Hidayatullah.com–Komisi Kepolisian Nasional menemukan indikasi kemungkinan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia oleh sejumlah anggota polisi yang menangkap para tersangka dalam kasus terorisme.
Polisi Indonesia mengatakan akan memeriksa puluhan anggota Satuan Elit Datasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri sehubungan adanya dugaan penyiksaan para tersangka, setelah video yang memperlihatkan perbuatan itu dipasang di youtube.
Video itu menunjukkan seorang tersangka dilucuti pakaiannya sampai hanya mengenakan celana dalam dan kemudian ditembak di dada.
Para tersangka lainnya diperlihatkan dimaki-maki sementara tangan mereka diikat dan muka mereka dibenamkan ke tanah.
Suatu rekaman video yang dikirim ke para tokoh Majelis Ulama Indonesia tampak menunjukkan polisi menendangi tersangka yang diikat tangannya dan dalam keadaan telungkup di lantai.
Dikutip Radio ABC, Kompolnas mengatakan rekaman video itu mengindikasikan serangan dan boleh jadi pelanggaran HAM.
Menurut ABC, rekaman merupakan operasi polisi tahun 2007 di Poso, Sulawesi.
Sebelum ini, para ulama dari MUI dan Ormas Islam menyerahkan rekaman itu kepada Kapolri Kapolri Jenderal Timur Pradopo minggu lalu yang berjanji akan mengusutnya.
Sehubungan dengan laporan MUI dan Ormas Islam tersebut, ada seruan agar satuan elit anti terorisme ini dibubarkan. Namun Kompolnas mengatakan, polisi yang terlibat dalam insiden itu tampaknya bukan anggota Densus 88, tapi kemungkinan dari satuan Brimob.
Sebelumnya, jurubicara Polri, Boy Rafli Amar, mengatakan, kebanyakan polisi dalam video itu adalah anggota regu Densus 88, tapi sumber videonya masih belum diketahui.
Kepada ABC, Edi Saputra Hasibuan dari Kompolnas mengatakan, pengusutan internal yang dilakukan polisi perlu transparan.
“Video itu telah menuai kemarahan di kalangan aktivis dan kelompok-kelompok Islam, dan dikhawatirkan kemungkinan serangan pembalasan,” demikian tulis laman ABC Radio Australia, Rabu (06/03/2013).
Densus dibentuk dengan bantuan Australia dan Amerika setelah peristiwa bom Bali 2002.
Satuan anti-teror itu sebelumnya sudah mendapat kritikan dari kelompok-kelompok HAM atas kebijakannya menembak mati tersangka dalam penggerebegan yang dilakukannya.*