Hidayatullah.com–Pembasahan Rancangan Undang-undang tentang Ormas (RUU Ormas) hari Rabu (03/04/2013) lagi-lagi batal dikarenakan tidak kourumnya jumlah anggota Pansus. Padahal, mitra dari Kementerian Dalam Negeri sudah hadir sejak pukul 10.00 WIB. Sementara itu, RUU ini diharapkan selesai pada akhir masa sidang II pekan depan.
“Target kita selesai pekan depan. Kita hanya tinggal membahas 16 pasal, yang substansinya sudah disepakati. Tinggal sinkronisasi,” kata Ketua Pansus RUU Ormas Abdul Malik Haramain (FPKB) dikutip JurnalParlemen, Rabu (03/04/2013).
Menurut Malik, masih tersisa setidaknya tiga hari untuk menuntaskan RUU ini.
“Besok Kamis (04/04/2013), kita akan bahas dari siang sampai malam,” tukasnya.
Pembahasan RUU ini sering terkendala hanya karena tidak kuorumnya jumlah anggota Pansus. Rabu (03/04/2013) ini, anggota Pansus yang hadir hanya dua orang, yaitu Malik dan Ade Surapriatna (FPG).
Sementara dari Kementerian Dalam Negeri sudah dihadiri oleh jajaran Direktur Jendral Kesbangpol yang dipimpin oleh Tanri Bali Lamo. Pihak Kementerian Dalam Negeri mengaku sudah hadir sejak pukul 10.00 WIB. Namun rapat kemudian dibatalkan karena tidak kuorum, setelah menunggu selama dua jam.
Malik dan Ade hanya berbincang soal RUU, namun tidak bisa mengambil kesimpulan apa pun.
“Ini perlu diberitahu kepada anggota yang tidak hadir bahwa kita juga terus kerja,” kata Ade.
Ketidakhadiran para anggota Pansus karena mereka sedang sibuk dengan daerah pemilihan masing-masing. Tapi ada pula yang merangkap dengan alat kelengkapan lain.
Malik sendiri, selain ikut sebagai Ketua Pansus RUU Ormas, juga ikut dalam RUU Pemda dan RUU Pilkada. Ketika diberitahu bahwa pada saat bersamaan ada Panja RUU Pemda, Malik sempat sadar. Namun dia memilih bergegas ke Panja RUU Pilkada.
Asas Tunggal
Sementara itu, masih asda dua substansi lagi yang masih belum menemukan kesepakatan bulat. Di antaranya menyangut asas tunggal (Astung) dan penghentian Ormas. Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) tetap menolak asas tunggal dan penghentian sementara menjadi kewenangan (subjektif) pemerintah. FPKS menginginkan penghentian sementara melalui pengadilan.
“Terkait persoalan asas, FPKS konsisten untuk menegakkan konstitusi (Pasal 28 UUD 1945) yang terkait dengan norma kebebasan berserikat, berkumpul, dan berpendapat,” tukas Indra dikutip JurnalParlemen, Rabu.
Menurut Indra, asas tunggal tidak sesuai dengan konstitusi yang ada dan tidak sejalan dengan semangat reformasi. FPKS menganggap Pancasila dan UUD 1945 sudah given atau kemestian. Pengakuan atas pancasila dan UUD 1945 merupakan keharusan dan sudah final bagi seluruh elemen bangsa. Namun tentunya Pancasila harus diposisikan pada posisi yang sebenarnya.
“Negara harus menjamin ormas untuk menentukan asasnya sesuai dengan ciri dan kekhasan organisasinya. Yang penting, asas tersebut tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945,” katanya.
Hal ini sesuai dengan keputusan Sidang Istimewa MPR Tahun 1998 yang mencabut asas tunggal dan juga UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang menegaskan bahwa Pancasila merupakan asas negara. Ini juga sejalan dengan UU Parpol yang meniadakan asas tunggal dengan redaksi “Asas Parpol tidak bertentangan dengan Pancasila & UUD 1945.”
“Oleh karena itu FPKS juga konsisten bahwa Pancasila diposisikan sebagai asas negara. Sedangkan ormas menggunakan asas yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945,” tegasnya.
Seperti diketahui, RUU ini telah banyak ditolak Ormas Islam karena dinilai berpotensi untuk melakukan tindakan represif sebagaimana zaman Orde Baru (Orba).*