Hidayatullah.com–Pasar saham syariah dinilai punya daya tahan lebih kuat terhadap guncangan ekonomi, saat kondisi perekonomian domestik maupun global masih belum stabil.
“Saham-saham syariah less resiko ketika terjadi gunjangan ekonomi,” kata Direktur Pengembangan Bursa efek Indonesia (BEI) Friderica Widyasari Dewi pada acara Workshop Wartawan Pasar Modal 2013 dengan tema ‘Pasar Modal Syariah,’ di The Westin Hotel, Nusa Dua, Bali, Minggu (3/11/2013).
Ia menjelaskan, dalam pasar saham syariah tidak mengenal saham perbankan. Alasannya simpel, karena dalam pasar saham syariah dilarang untuk memasukkan saham-saham yang jenis usahanya punya sistem ‘bunga’, salah satunya perbankan. Sementara itu, saham perbankan porsinya cukup tinggi di pasar modal Indonesia.
“Ketika terjadi guncangan ekonomi, kebanyakan yang kena itu di finansial seperti perbankan. Karena tidak ada saham-saham perbankan di pasar saham syariah, jadi less resiko kalau ada kondisi guncangan ekonomi,” katanya.
Saat ini, kata Friderica, sedikitnya ada 293 saham yang masuk dalam efek syariah. Dari besaran angka tersebut, didominasi dari sektor pertanian, pertambangan, jasa perdagangan, investasi, dan properti yang menyumbang sebesar 30%.
Tembus Rp 2.618 triliun
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Bursa Efek Indonesia (BEI) terus menggenjot keberadaan pasar modal syariah di Indonesia.
Saat ini, nilai kapitalisasi pasar saham di Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) mencapai Rp 2.618 triliun atau 58,4% dari kapitalisasi pasar BEI yang hingga tanggal 29 Oktober 2013 mencapai Rp 4.485 triliun.
Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad mengatakan, sejak tahun 2011, pasar modal syariah di Indonesia terus mengalami perkembangan yang signifikan. Hingga Oktober 2013, ada penambahan sedikitnya 746 investor syariah, 22 reksadana syariah baru dengan rata-rata pertumbuhan Nilai Aktiva Bersih (NAB) sebesar 30%, dan peluncuran Exchange Traded fund (ETF) berbasis syariah pertama di Indonesia.
“Secara berkesinambungan, OJK memperbarui Daftar Efek Syariah (DES) setiap 6 bulan sekali pada bulan Mei dan November,” ujar Muliaman, dalam laman Buletin Info.
Untuk meningkatkan pasar saham syariah di pasar modal, Muliaman menjelaskan, OJK bersama BEI dan Self Regulatory Organization (SRO) lainnya, seperti PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) dan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) serta Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) menyelenggarakan sosialisai mengenai pasar modal syariah melalui workshop.
Di samping itu, BEI juga telah mengembangkan suatu model perdagangan online yang sesuai syariah atau Syariah Online Trading System (SOTS) untuk diaplikasikan oleh Anggota Bursa (AB). Hingga saat ini, sistem layanan online trading syariah tersebut telah dikembangkan oleh 7 perusahaam efek. Selanjutnya, dalam rangka melengkapi pengembagan infrastruktur pasar modal syariah, KSEI juga telah menunjuk Bank Syariah Mandiri sebagai bank administrator pemisahan Rekening Dana Nasabah (RDN) syariah.
“Dengan sosialisasi dan edukasi diharapkan jumlah investor lokal yang berinvestasi di pasar modal syariah terus meningkat,” katanya.
Sejak 12 Mei 2011, BEI mempunyai dua indeks harga saham syariah, yaitu Jakarta Islamic Index (JII) dan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI).*