Hidayatullah.com–Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) akan menyebarkan surat edaran kepada televisi yang telah menyiarkan hasil quick count pilpres 2014 sebagai tindakan menciptakan iklim yang kondusif paska Pemilu.
Isinya, KPI mengimbau stasiun televisi untuk menerangkan pada publik bahwa hasil hitung cepat rekapitulasi Pilpres merupakan hasil sementara, bukan real count.
“Dalam waktu dekat KPI akan menyebarkan surat edaran ini. Seharusnya, lembaga penyiaran dari awal memberikan penjelasan pada publik bahwa hasil quick count, bukanlah real, dan tetap harus menunggu hasil KPU pada 22 Juli,” kata Wakil Ketua KPI Idi Muyazad dikutip Bisnis.com, Rabu (09/07/2014).
Idi menyayangkan penyiaran mengenai quick count yang tidak memperhatikan asas tersebut, sehingga menurutnya dapat membuat masyarakat terpecah belah.
“Mengingat pendukung dua capres ini sedang tegang, jadi tolong televisi jangan jadi provokator. Sebagai lembaga penyiaran, televisi harus membangun iklim kondusif, jangan malah memanas-manasi,” tuturnya.
Dia juga telah mencatat beberapa lembaga survei yang sebelumnya diimbau untuk tidak mempublikasikan hasilnya sebelum pemungutan suara ditutup, yakni pukul 13.00.
“Lembaga survei telah mempublish di sejumlah media. Bahkan ada yang dilakukan pukul 11.00. Hal ini kan dikhawatirkan akan menggangu pemilih di Indonesia Barat khususnya, dalam menentukan preferensi memilihnya,” jelasnya.
“Intinya, lembaga penyiaran harus memberitahukan kepada publik hasil ini belum final. Jangan menjadi kompor sebelum 22 Juli ditetapkan,”kata Idi.
Televisi yang tergabung dalam MNC Group dan TV ONE menginformasikan bahwa pasangan Prabowo-Hatta memenangkan hitung cepat hasil survei yang dilakukan LSN, Puskaptis, JSI dan IRC.
Sementara itu, lembaga survei SMRC, Litbang Kompas, RRI dan LSI mengatakan Pilpres 9 Juli adalah milik Jokowi-JK. Begitu pula dengan Indikator Politik Indonesia dan CSIS-Cyrus.
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengecam Metro TV, RCTI, MNC dan Global TV yang melanggar ketentuan penyiaran pemilihan presiden di masa tenang.
Sebagaimana diketahui Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah mengingatkan lembaga penyiaran untuk tidak menyiarkan iklan, rekam jejak pasangan calon atau bentuk lainnya yang mengarah kepada kepentingan yang menguntungkan atau merugikan pasangan calon.
Berdasarkan pengaduan masyarakat dan pemantauan KPI, pada hari Senin (07/07/2014), Metro TV menyiarkan dengan intens aktivitas ibadah umroh di tanah suci Mekkah yang dilakukan oleh calon presiden, Joko Widodo.
KPI memandang, apa yang dilakukan Metro TV merupakan bentuk siaran yang menguntungkan pasangan calon presiden nomor urut 2 yang disiarkan pada masa tenang.
KPI menilai Metro TV telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) yaitu perlindungan kepentingan publik dan netralitas isi program siaran jurnalistik. Keempat televisi tersebut, Metro TV,RCTI, Global TV dan MNC, juga tidak mengindahkan aturan dalam P3 & SPS yang menyatakan bahwa: “Program siaran iklan kampanye tunduk pada peraturan perundang-undangan, serta peraturan dan kebijakan teknis tentang kampanye yang ditetapkan oleh lembaga yang berwenang.*