Hidayatullah.com–Para ekspatriat non-Muslim yang tinggal di Turki yang mengamati Ramadhan telah menyesuaikan diri dengan tradisi bulan suci dengan mencoba berpuasa, menghadiri jamuan makan buka puasa bersama para keluarga Muslim dan berbagi kebahagiaan di bulan yang diberkahi ini. Demikian rilis OnIslam.net.
“Ramadhan bagi saya berarti spiritualitas, empati, disiplin, berbagi dan kebahagiaan keluarga,” ujar Felister Gesare Orangi, 23 tahun, mahasiswa dari Kenya kepada Kantor Berita Anadolu Agency.
Orangi yang telah berada di Turki selama 3 tahun adalah salah satu dari ribuan ekspatriat non-Muslim yang mengamati bulan suci tahun ini di negara berpenduduk mayoritas Muslim ini.
Dengan menghadiri jamuan makan buka puasa dan Sahur selama bertahun-tahun dengan teman-teman Muslimnya, Orangi telah belajar beberapa nilai berharga di balik praktik puasa Ramadhan.
“Bagi saya, Ramadhan adalah penting untuk tiga alasan: kekuatan batin; empati; dan refleksi diri,” katanya.
“Berpuasa selama lebih dari 14 jam menguatkan Anda dalam disiplin diri dalam menghadapi godaan; itu memupuk empati Anda. Oleh karena itu membuat kita lebih manusiawi dan membangun spiritualitas Anda melalui refleksi diri,” tambahnya.
Berada di Turki selama lebih dari dua tahun, Izabela Piekarczyk asal Polandia telah mengamati bulan suci dua kali.
“Tinggal di Turki dan telah tertarik pada Islam membuat saya mencoba untuk berpuasa selama beberapa hari, meskipun saya harus mengakui bahwa hari pertama adalah yang paling sulit,” katanya.
“Saya rasa tubuh tidak siap berpuasa selama 14 jam. Saya harus bekerja dan udara di luar begitu panas,” tambah Piekarczyk yang sering mengunjungi Lapangan Sultan Ahmet di Istanbul untuk melihat para keluarga yang bergembira dengan berbagi makanan buka puasa mereka.
“Saya tidak akan pernah melupakan satu tidur siang saya dimana saya bermimpi makanan untuk pertama kalinya dalam hidup saya. Tapi saya suka akan adzan Maghrib dan berbuka bersama teman-teman,” tambahnya.
Meskipun tidak pernah berpuasa, Pablo Martin Asuero asal Spanyol telah berbagi makanan buka puasa dengan teman-teman Muslim Turki nya selama bertahun-tahun.
“Ramadhan adalah waktu yang menyenangkan bagi saya, karena saya telah menghadiri sejumlah undangan buka puasa bersama dengan makanan yang lezat yang diadakan teman-teman Muslim Turki saya, meskipun saya belum pernah mencoba berpuasa,” ujar Asuero, direktur Cervantes Institute di Istanbul yang telah tinggal sembilan tahun di kota itu.
“Saya menghormatinya sebagai praktik agama, dan saya benar-benar mengerti bagaimana orang-orang Muslim dapat termotivasi untuk tetap lapar bahkan di hari-hari musim panas yang panjang. Hal itu membuat mereka mampu berempati kepada orang-orang miskin, dan membantu mereka membangun ‘jembatan’ antara Allah dengan diri mereka,” pungkasnya.*