Hidayatullah.com- Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama (LKNU) dan Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) membahas praktik aborsi yang dilegalkan oleh Pemerintah. Pembasan tersebut berlangsung di lantai 5 gedung PBNU Jakarta.
Pembahasan tersebut menelaah Peraturan Pemerintah No.61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi yang di dalamnya terdapat bagian ada aborsi bagi korban pemerkosaan sebagai bagian darurat medis.
“Kegiatan ini dilakukan salah satunya dalam rangka untuk menyatukan pandangan dari segi medis dan fikih,” kata ketua Pimpinan Pusat LKNU, Imam Rosjidi, dikutip Harian Duta Masyarakat, Rabu (01/10/2014).
Sementara itu, Mahbub Maafi dari Pimpinan Pusat LBMNU memaparkan bahwa peraturan pemerintah ini menurutnya masih premature sehingga memerlukan kajian yang sangat mendalam sehingga tidak menjadi kontroversi di masyarakat.
“Misal di Pasal 31 ayat 2 yang menyatakan bahwa tindakan aborsi akibat perkosaan hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama berusia 40 hari dihitung hari pertama haid terakhir, hitungan 40 hari ini masih multitafsir,” terang Mahbub.
Sementara dari pihak Kementerian Kesehatan, Dwi Okta Amalia menuturkan, draft PP masih dalam proses pembahasan dan penyusunan.
“Sebab itu masih butuh banyak masukan dari berbagai pihak,” tegas Dwi Okta.
Peraturan pemerintah ini, lanjutnya, benar-benar dibahas, disusun dan didiskusikan secara serius dan hati-hati sebelum positif dilahirkan.
Acara bertajuk “Bahtsul Masail tentang Hukum Aborsi (Membedah PP No.61/2014 tentang kesehatan reproduksi) tersebut dihadiri Rais Syuriah PBNU KH. Masdar Farid Masudi, Khatib Syuriah PBNU KH. Afifuddin Muhajir dan dari PP RMI NU Miftah Faqih.*