Hidayatullah.com– Revolusi mental adalah gerakan komunis, di mana hal itu merupakan hasil dari pemikiran Karl Marx.
Bahwa yang dimaksud dengan revolusi mental adalah bangsa atau masyarakat akan maju, tentram, sejahtera, makmur serta adil, apabila melepaskan diri dan mentalnya dari belenggu agama serta ketuhanan.
Demikian disampaikan Sekretaris Majelis Syuro DPP FPI, Habib Muhsin Alatas saat menjadi pembicara dalam acara diskusi bertema “Penistaan Agama Oleh Sipir Rutan KPK Dari Aspek Hukum Islam” di Kantor H. Djan Faridz Jalan Talang No.3, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (23/06/2015).
Pernyataan itu Muhsin sampaikan ketika dirinya sedang berdialog dengan salah satu pendeta bernama Gilbert melalui telephone. Di mana, ketika itu pendeta Gilbert sedang bertanya mengenai bagaimana kondisi bangsa Indonesia sekarang ini.
“Saat itu saya katakan kepada pendeta Gilbert bahwa kondisi bangsa ini sudah sangat memprihatinkan,” ungkap Muhsin kepada peserta diskusi.
Kita sebagai pemuka agama, lanjut Muhsin menjelaskan, baru saja disuguhkan oleh sebuah kenyataan ketika debat calon presiden. Di mana, saat itu salah satu calon presiden mengatakan, “Kalau saya menang dan menjadi presiden maka saya akan memberlakukan revolusi mental”.
“Saat itu, saya pun bertanya kepada pendeta Gilbert apakah dia paham dengan apa yang dimaksud revolusi mental itu. Dengan tegas pendeta Gilbert menjawab paham. Artinya, bahwa di negara ini, pelanggaran korupsi, hukum dan lain sebagainya akan diperbaiki. Berarti itu adalah upaya bagus,” kata Muhsin menceritakan ulang percakapannya dengan pendeta Gilbert.
Namun, saat itu Muhsin menegaskan jika sebenarnya revolusi mental itu adalah gerakan komunis. Di mana, lanjutnya, itu merupakan hasil dari pemikiran Karl Marx, bahwa yang dimaksud dengan revolusi mental adalah bangsa atau masyarakat akan maju, tentram, sejahtera, makmur serta adil, apabila melepaskan diri dan mentalnya dari belenggu agama serta ketuhanan.
“Dan ternyata hal itu terbukti. Setelah dilantik, beberapa menteri mulai berani merealisasikan apa yang menjadi program daripada revolusi mental, di antaranya membebaskan diri dan mental bangsa dari aturan agama dan ketuhanan, seperti pengkosongan kolom agama di dalam KTP, tidak boleh memulai pelajaran di sekolah dengan cara Islam dan seterusnya,” pungkas Muhsin.*