Hidayatullah.com – Guru Besar Universitas Pertahanan dan pakar militer Indonesia, Prof. Dr Salim Said menilai tidak didukungnya militer oleh masyarakat membuat kudeta yang dilakukan oleh sekelompok kecil tentara kepada pemerintahan presiden Recep Tayyib Erdogan menjadi gagal.
Hal itu, kata dia, disebabkan karena kondisi masyarakat Turki yang sudah berperadaban tinggi dan cukup makmur. Sehingga mereka rela turun ke jalan untuk membendung kudeta yang dilakukan oleh tentara.
“Ada kebangkitan orang Islam yang karena pernah begitu lama ditindas, sehingga terjadi kebangkitan. Dan orang Islam semakin kuat di Turki, ini yang saya sebut sebagai The Empire Strike Back,” ujarnya dalam sebuah diskusi di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu (16/07/2016).
Ia menjelaskan, telah terjadi perubahan pada pola pikir di kalangan militer Turki saat ini bahwa tentara juga merupakan bagian dari masyarakat. Sehingga apa yang hidup di kepala rakyat juga hidup di kepala tentara.
Untuk itu, menurutnya, kudeta militer hanya akan berhasil jika masyarakat menerima tentara untuk berkuasa. Sebab, sambungnya, tidak ada tentara yang berkuasa kalau tidak ada konsituen di dalam masyarakat.
“Kesalahan kudeta tadi malam tidak memperhitungkan itu. Bahwa dalam The Empire Strike Back tidak ada dukungan lagi tentara mengambil alih kekuasaan. Apalagi tentaranya sendiri terpecah,” jelasnya.
Prof. Salim mengungkapkan, selain karena kemajuan yang dicapai Turki, faktor yang juga menyebabkan militer tidak lagi didukung oleh masyarakat adalah keberhasilan kekuatan politik Erdogan untuk menyumbat tentara dan membuat tentara menerima supremasi sipil.
Diantara upaya terebut, paparnya, seperti dengan menangkap dan mengadili berapa jenderal atas upaya pemberontakan yang terjadi sebelumnya.
Karena itu, Prof. Salim menilai, alasan sekolompok kecil tentara dalam melakukan kudeta lebih kepada ketidakjelasan tentara itu sendiri, kebencian terhadap rezim, ataupun upaya balas dendam karena para jendral yang ditangkap.
“Yang melakukan kudeta ini keblinger. Jadi bukan soal sekuler atau tidak sekuler, tapi lebih kepada perasaan mereka terhadap para jenderalnya. Itu lebih masuk akal menurut saya,” pungkasnya.*