Hidayatullah.com– Kerapuhan jiwa masyarakat yang terkena virus sekularisme dan hedonisme hendaknya menjadi lahan dakwah untuk menawarkan syariat Islam sebagai solusi.
Pernyataan itu disampaikan oleh Prof Didin Hafidhuddin dalam sebuah pengajian Subuh, di Masjid al-Hijri Dua, Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor, Jawa Barat, baru-baru ini.
Disebutkan, fenomena semacam itu didapati dalam kunjungannya ke Jepang beberapa waktu lalu. Di sana Didin menemukan sebagian masyarakat Jepang mengalami proses penurunan nilai kemanusiaan.
“Peran orang tua nyaris hilang dalam keluarga. Paling hanya sampai usia SMP. Seterusnya seperti tidak ada hubungan dan urusan lagi dengan orangtua,” ungkap Wakil Ketua Dewan Pertimbangan (Waka Wantim) Majelis Ulama Indonesia Pusat ini.
“Kalau di sini (Indonesia) mahasiswa wisuda masih biasa undang orang tua, di Jepang urusan pernikahan pun, orang tua bisa tidak perlu diberitahu,” cerita Didin memberi contoh.
Akibatnya, lanjut mantan Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) itu, penghuni panti jompo meningkat tajam, dan tak sedikit orang tua yang tidak terurus di masa tuanya.
Menurut Didin, dampak buruk lainnya dari menyepelekan agama adalah hubungan di antara anggota keluarga tidak harmonis dan angka bunuh diri menanjak setiap tahun.
“Jadi yang temani orang tua itu cuma hewan anjing piaraannya. Jalan-jalan sama anjing, makan juga kadang bareng dengan anjing mereka saja,” ucapnya.
Terakhir, Dekan Pascasarjana UIKA ini mengingatkan bahwa inilah hasil dari produk sekularisme yang dibanggakan selama ini.
“Mungkin secara sosial dan materi mereka terbilang maju. Tapi jiwa mereka rapuh. Tidak ada keshalehan secara pribadi,” paparnya.
“Mereka butuh sentuhan dakwah dan inilah kesempatan itu. Saatnya tampilkan syariat Islam dengan benar,” pungkasnya.*