Hidayatullah.com– Rakyat Indonesia khususnya kaum Muslimin saat ini dirasakan banyak pihak memiliki gairah kebangkitan yang sedang meluap-luap.
Fenomena itu terutama terlihat dari berbagai Aksi Bela Islam atau Bela Qur’an yang digelar umat Islam di berbagai penjuru negeri khususnya di Jakarta.
Dimana umat berbondong-bondong, bersatu, dari berbagai kelompok dan ormas, menyatakan pembelaannya terhadap al-Qur’an yang dinistakan.
Semangat untuk membangun bangsa dan agama yang lebih baik ini perlu terus dijaga, dipupuk, dan diarahkan. Semangat ini, menurut Ketua Umum DPP Hidayatullah Nashirul Haq, hal yang patut disyukuri.
Aksi 212 Harus Dirawat agar Jadi Modal Kebangkitan dan Terbangunnya ‘Ummatan Wahidah’
“Suatu kesyukuran sebetulnya umat Islam sudah punya semangat. Semangat ini perlu diarahkan,” ujar Nashirul sebagai salah satu pembicara dalam acara Lailatul Ijtima’ bertema ‘strategi dakwah’ di Masjid Baitul Karim, Polonia, Jakarta Timur, Jumat malam Sabtu (18/02/2017).
Berjuta-juta umat Islam yang hadir di Jakarta, baik pada Aksi 411, 212, maupun 112, merupakan potensi kebangkitan umat yang perlu arahan selanjutnya.
Apalagi, disadari bersama, umat Islam saat ini punya berbagai corak dan tingkatan pemahaman yang berbeda-beda atas ajaran agamanya.
Dimulai dengan Al-Qur’an
Nashirul mengatakan, dalam upaya membina dan mengarahkan umat, mesti diawali dengan berdekat-dekat kepada sumber ajaran Islam, yaitu al-Qur’an dan Hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alahi Wasallam.
Mendekat kepada al-Qur’an artinya membaca dan mempelajarinya, serta tahapan-tahapan proses selanjutnya. “Lebih dari itu mengamalkan al-Qur’an itu sendiri,” ujarnya di hadapan ratusan peserta acara mabit bersama gelaran PW Hidayatullah Jabodebek itu.
Memulai dengan al-Qur’an, jelasnya, merupakan metode Rasulullah dalam mendakwahkan agama Islam; dimulai dari keluarganya, kerabat dekat, lingkungan sekitar, hingga masyarakat umum.
Nashirul mengatakan, langkah pertama dakwah Rasulullah adalah membacakan al-Qur’an. “Al-Qur’an mukjizat, siapapun yang mendengarkan akan tersentuh,” ujarnya.
Setelah itu, lanjutnya, Rasulullah kemudian melakukan pentazkiyahan (penyucian) fitrah, akhlak, kultur, budaya, serta jiwa para sasaran dakwahnya.
Kemudian, fase berikutnya adalah melakukan pengajaran atau proses pembelajaran al-Qur’an seperti taklim kalau saat ini.
Momentum Al-Maidah:51
Hal senada disampaikan Pimpinan Lembaga Penghafal Al-Qur’an, Ma’had Tahfidz Putri Al-Humairah, Sukabumi, Jawa Barat, Naspi Arsyad.
Ia mengatakan, kasus penistaan Surat Al-Maidah ayat 51 oleh terdakwa Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), merupakan momentum kebangkitan umat.
Penistaan itu, kata Naspi, telah membuka mata umat Islam di Indonesia khususnya. Dimana, pasca kasus itu, terjadi peningkatan kualitas spiritual umat Islam.
“(Ini) kesyukuran kita, umat Islam berbondong-bondong meningkatkan spiritualnya,” ujarnya di depan para jamaah taklim pekanannya di Depok, belum lama ini.
Minimal, imbuhnya, umat Islam meningkat baca al-Qur’annya, setidaknya membaca ramai-ramai Surat Al-Maidah ayat 51.
Lalu kemudian, terjadi fenomena kebangkitan umat di berbagai penjuru. Dimana, kata dia, terjadi aksi bela ulama atau bela Islam. “Akhirnya shalat shubuh (berjamaah ) dimana-dimana. Luar biasa cara Allah mengantar kita,” ujarnya.
Ketua GNPF: Momentum Kebangkitan Islam, Ditandai Gerakan Subuh Berjamaah
Naspi mengatakan, kebangkitan spiritual merupakan amunisi umat Islam untuk menjadi pemenang di kancah global terkhusus Indonesia.
“Umat Islam ini didekatkan dengan Allah melalui momen Al-Maidah:51 ini,” kata dia, maka Allah mendekatkan diri juga kepada umat Islam.
Oleh karenanya, melihat berbagai fenomena kebangkitan ini, dinilai sepatutnya rakyat Indonesia khususnya umat Islam optimistis menyongsong masa depan yang lebih baik.
“Jangan ada alasan umat Islam ini pesimis. Kalau syarat dan ketentuan itu berlaku dan semua dipenuhi, insya Allah, (kemenangan) itu didapatkan itu,” serunya berpesan.*