Hidayatullah.com–Penasehat Hukum (PH) terdakwa kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menolak Habib Rizieq Shihab sebagai saksi ahli agama dalam sidang lanjutan hari Selasa ini.
PH menyatakan bahwa keterangan ahli agama didengar di persidangan demi ditemukannya kebenaran materil. Alasannya, Habib Rizieq adalah tersangka Polda Jabar.
“Fakta yang ada Rizieq pernah dijatuhi hukuman pidana saat di Monas,” kata salah satu anggota PH dalam ruangan sidang di Auditorium, Kementrian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (28/02/17) siang ini.
Baca: Sudah 5 Kali, Sidang Kasus Ahok Diperkirakan Selesai April atau Mei
Selain itu beberapa kasus yang sedang dijalani Habib Rizieq juga dipermasalahkan PH dalam melanjutkan kesaksiannya.
“Riziq Shihab sebagai tersangka di Polda Jawa Barat. Kami menolak untuk didengar kesaksiannya,” imbuhnya sebelum persidangan dimulai.
Namun, alasan ini tidak diterima Jaksa Penuntut Umum (JPU), JPU mengatakan Ahok yang berstatus terdakwa juga masih bisa melanjutkan proses Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
“Sebagai tersangka tidak beralasan dalam penolakan sebagai ahli. Terdakwa pun juga mengikuti proses pilkada kami menghormati haknya,” bantah JPU.
Baca: Tak Sentuh Subtansi Masalah, Sidang Ahok Dianggap Drama
JPU juga menilai bahwa alasan penolakan PH seolah-olah merupakan masalah pribadi antara Ahok dengan Habib Rizieq
Majelis Hakim akhirnya menyatakan tetap akan meriksa Habib Rizieq sebagai saksi ahli selama tidak ada unsur subjektivitas.
Sebelumnya, dalam surat panggilan ahli yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Utara, Sabtu (25/02/2017), Habib Muhammad Rizieq Syihab alias Mohammad Rizieq, dengan status guru agama Islam, diminta menghadap JPU Diky Oktavian di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, auditorium gedung Kementerian Pertanian pada Selasa, 28 Februari 2017 hari ini.
Dalam surat itu disebut Habib Rizieq Shihab sebagai kandidat doktor di Universiti Sains Malaysia. Surat pemanggilan tersebut telah dikirim dan diterima oleh tim advokasi GNPF MUI pada Kamis (23/02/2017) lalu.*/Ali Muhtadin (INA)