Hidayatullah.com– Tokoh agama dan ormas Islam, KH Cholil Nafis, menyoroti kebijakan pemerintah, khususnya Kementerian Komunikasi dan Informatika, yang memblokir aplikasi media sosial Telegram versi web.
Menurut Kemkominfo, pemblokiran ini harus dilakukan karena banyak sekali kanal yang ada di layanan itu dianggap bermuatan propaganda radikalisme, terorisme, paham kebencian, ajakan atau cara merakit bom, cara melakukan penyerangan, disturbing images, dan lain-lain yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Kiai Cholil mengaku termasuk narasumber program deradikalisasi dan kontra terorisme dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Sehingga, ia mengaku sangat setuju untuk mengantisipasi terjadinya propaganda terorisme.
“Namun deradikalisasi dengan cara menutup aplikasi Telegram adalah langkah yang salah dan kebijakan yang tak mau repot,” ujar Cholil kepada hidayatullah.com Jakarta dalam pernyataan tertulisnya, semalam, Ahad (16/07/2017).
Menurutnya, pemblokiran Telegram sama saja dengan membakar lumbung padi karena di dalamnya ada tikus.
“Atau menutup kementerian bahkan perguruan tinggi karena di dalamnya ada korupsi,” ungkap Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat ini.
Kalau alasan pemblokiran Telegram karena digunakan oleh kelompok radikalis dan teroris, maka aplikasi medsos lain seperti Facebook, WhatsApp, Tweeter, Youtube, dan seluruh jaringan internet, kata dia, harus diblokir.
“Bahkan juga penerbitan dan percetakan bisa diblokir karena memuat konten radikalisme,” lanjutnya.
Baca: Din Syamsudin Yakin Program Deradikalisasi adalah Proyek Amerika Serikat
“Nah, lebih bahaya lagi kalau nanti pabrik panci harus ditutup karena dipakai oleh teroris seperti bom di Bandung, hehe…,” tambah Ketua Prodi Kajian Timur Tengah dan Islam Pascasarjana Universitas Indonesia ini berkelakar.*