Hidayatullah.com– Meninggalnya Kepala Operasi (Ka Ops) Brigade Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PP Persis), R Prawoto, setelah dianiaya di Bandung, Jawa Barat, Kamis (01/02/2018), mendapat sorotan dari Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel.
Sempat beredar kabar bahwa penganiaya korban adalah orang dengan gangguan kejiwaan (gila), meskipun kabar ini belum tentu benarnya. Namun demikian, Reza melihat kasus ini tetap bisa diproses secara hukum.
“Pertama, semoga pelaku penganiayaan bukanlah orang skizofrenia yang dikondisikan untuk menyerang Ustad R. Prawoto. Kedua, anggaplah orang skizofrenia maupun jenis-jenis abnormalitas psikis lainnya tidak bisa dihukum. Tapi polisi tetap perlu mencari tahu siapa yang semestinya menjaga orang tersebut,” terangnya kepada hidayatullah.com, Kamis (01/02/2018).
Hal ini, menurutnya, telah diatur dalam KUHP.
“Karena sesuai pasal 491 KUHP. Diancam dengan pidana denda paling banyak tujuh ratus lima puluh rupiah. Jadi, barang siapa diwajibkan menjaga orang gila yang berbahaya bagi dirinya sendiri maupun orang lain, membiarkan orang itu berkeliaran tanpa dijaga,” tegasnya.
Reza menambahkan, KUHP tersebut memang tidak relevan dengan kondisi saat ini.
“KUHP memang sudah sangat ketinggalan zaman. Tapi bisa saja hakim bikin terobosan dengan mengonversinya ke nilai zaman now,” ucapnya berseloroh.
Baca: Kepala Operasi Brigade PP Persis Meninggal Dunia setelah Dianiaya
Reza berharap, aparat kepolisian bisa segera melakukan pemeriksaan menyeluruh atas diri pelaku.
“Tidak semua jenis gangguan kejiwaan bisa membuat pelaku kejahatan lolos dari hukum dengan memanfaatkan pasal 44 KUHP. Jadi, harus dipastikan seakurat mungkin diagnosis kejiwaan si pelaku,” katanya.
Bahkan lebih jauh bisa dicek riwayat sang pelaku mengenai kejiwaannya.
“Andai pelaku diketahui punya gangguan kejiwaan, masih perlu dicek kapan ia menderita gangguan tersebut? Jika gangguan baru muncul setelah ia melakukan aksi kejahatan, maka perbuatan jahatnya sesungguhnya ditampilkan saat ia masih waras. Karena itu, seharusnya tetap ada pertanggungjawaban secara pidana,” katanya.*