Hidayatullah.com– Pegiat lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) seringkali mengklaim bahwa orientasi dan perilaku seksual tersebut perlu dilegalkan atas nama universalitas Hak Asasi Manusia (HAM) mutlak.
Pakar Hak Asasi Manusia (HAM) Atip Latipulhayat menyatakan, universalitas HAM mutlak merupakan gerakan politik internasional, bahkan akarnya adalah kolonialisme gaya baru.
Sebab pendukung LGBT yang berdalih dengan universalitas HAM berpendapat, jika homoseksual di Amerika dan sebagian negara Eropa disetujui, maka di Indonesia juga harus diakui.
Baca: “Atas Nama Cinta dan HAM, Bolehkah Anak Menzinai Ibunya?”
“Maka tidak aneh dan bukan sebuah rahasia lagi, jika ada gelontoran dana di situ, ini gerakan politik internasional,” ujarnya dalam seminar bertema ‘Zina dan LGBT dalam Tinjauan Konstitusi’ di Gedung Nusantara V MPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (06/02/2018).
Gerakan tersebut, sambung Atip, justru akan menggerus spirit bangsa yang ada di dalam konstitusi. Karena konstitusi Indonesia adalah konsitusi yang berdasarkan ketuhanan.
Atip menyampaikan, klaim bahwa LGBT yang harus mendapat perlindungan secara konstitusional sebagaimana manusia umumnya juga merupakan sesuatu yang keliru dan bias.
Hal itu, terangnya, karena klaim itu berlindung di balik orang atau HAM, padahal yang menjadi masalah adalah perilakunya. “Yang dalam pandangan kami itu adalah bukan pilihan hidup, tapi adalah penyakit. Itu standing (pondasi dasar)-nya,” tegasnya.
Karenanya, papar Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung ini, yang disebut oleh para universalis bahwa LGBT adalah pilihan hidup secara universal, harus ditentang.
“Karena sebetulnya universalitas HAM itu hanya klaim politik,” pungkasnya.*
Baca: Hamdan Zoelva: Pengaturan Pidana LGBT Harus Diakomodir