Hidayatullah.com– Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Jayapura bersama umat Islam setempat menyampaikan sikapnya soal tuntutan Persekutuan Gereja-gereja di Kabupaten Jayapura (PGGJ) yang mempersoalkan pembangunan Masjid Al-Aqsha Sentani di Kabupaten Jayapura, Papua.
Sikap pertama, MUI dan umat Islam setempat mendukung pernyataan sikap yang telah disampaikan MUI Provinsi Papua pada tanggal 19 Maret 2018, yang terdiri dari lima poin dan hasilnya telah diserahkan ke Bupati Jayapura Mathius Awoitauw.
Kedua, MUI dan umat Islam setempat mendukung dan mendorong umat Kristiani di Kabupaten Jayapura untuk membangun gereja yang lebih besar, lebih tinggi, dan lebih megah dari bangunan Masjid Al-Aqsha Sentani.
“Dan anggarannya dibebankan pada APBD Kabupaten Jayapura,” ujar Ketua MUI Kabupaten Jayapura Drs Mamun Rosyidi dalam pernyataan sikap itu di Sentani, Selasa (27/03/2018) sebagaimana ia sampaikan kepada hidayatullah.com malam ini.
Baca: Pengurus Masjid Al-Aqsha Mempersilakan Gereja Dibangun Lebih Besar
Terakhir, MUI dan umat Islam setempat bersikap, tidak ada lagi pertemuan antara PGGJ dengan umat Islam di Kabupaten Jayapura yang terkait menara Masjid Al-Aqsha Sentani tersebut.
“Kami mendorong dan menyerahkan sepenuhnya masalah tersebut kepada Tim yang sudah dibentuk Bupati Jayapura untuk merumuskannya,” pungkasnya.
Selasa pagi tadi waktu setempat, digelar Rapat Konsultasi dan Dengar Pendapat antara ormas-ormas Islam/Takmir Masjid se-Kabupaten Jayapura dengan anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) Pokja Agama Dr Toni Wanggai di kantor Bupati Jayapura. Mamun Rosyidi termasuk yang menghadiri acara ini.
“Tadi yang hadir khusus dari pihak Muslim kemudian pernyataan sikap dari MUI diserahkan kepada tim yang sudah dibentuk pemerintah untuk ditindaklanjuti,” terang Mamun kepada media ini.
Sebelumnya diberitakan, Ketua MUI Papua, Saiful Islam Al Payage, menegaskan, pihaknya menolak delapan poin yang diminta oleh PGGJ terkait menara dan perangkat lain Masjid Al-Aqsha Sentani. “Permintaan itu tidak bisa, tidak boleh, terlalu masuk dalam privasi umat beragama,” ujarnya kepada hidayatullah.com melalui sambungan telepon, Senin (19/03/2018).
Penolakan tersebut, terang Payage, disampaikan MUI Papua secara tertulis dalam rapat yang dihadiri pihak PGGJ, pemerintahan, Forkorpimda, dan lainnya pada Senin siang. “Karena kesepakatan MUI itu adalah berdasarkan musyawarah dengan seluruh ormas-ormas Islam,” jelasnya.
Menurutnya, tuntutan PGGJ tidak dibenarkan karena sebagai warga negara Indonesia tidak boleh menghalang-halangi agama atau keyakinan apapun. Oleh sebab itu, terang, MUI Papua mendorong situasi tetap kondusif dengan tetap saling menghargai.
Sebelumnya, PGGJ mempersoalkan pembangunan sebuah masjid di kabupaten tersebut. Dalam surat edaran diterima hidayatullah.com sejak Jumat (16/03/2018) itu disebutkan, PGGJ juga mempersoalkan terkait suara adzan serta busana keagamaan.
PGGJ meminta pembangunan menara Masjid Al-Aqsha di Sentani yang tengah dibangun agar dihentikan. Surat tersebut ditujukan kepada pihak pemerintah serta ditandatangani 15 pendeta dari gereja-gereja di Jayapura.
“Pembangunan menara Masjid Al-Aqsha harus dihentikan dan dibongkar,” bunyi salah satu poin sikap PGGJ.
Baca: Persekutuan Gereja di Papua Persoalkan Menara Masjid, Adzan, dan Busana Keagamaan
Pada poin kedua, PGGJ bersikap, tinggi gedung Masjid Al-Aqsha agar diturunkan sejajar dengan tinggi bangunan gedung gereja yang ada di sekitarnya.
“Apabila sikap PGGJ pada poin 1 dan 2 tidak direspons oleh Pemerintah Kabupaten Jayapura sebagai wakil Allah di Kabupaten Jayapura, maka PGGJ akan menggunakan cara dan usaha kami sendiri, dalam waktu 14 hari terhitung tanggal pernyatan ini dibuat,” demikian tertulis pada pernyataan yang ditandatangani di Sentani, 15 Maret 2018 oleh Ketua Umum PGGJ Pdt Robbi Depondoye dan Sekretaris Umum Pdt Joop Suebu itu.*