Hidayatullah.com– Dalam praktik peradilan akhir-akhir ini, menurut Mahkamah Agung (MA), ada kecenderungan permohonan praperadilan diajukan oleh tersangka yang berstatus DPO (daftar pencarian orang) alias buron. Namun hal tersebut belum diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Karena itu, MA merasa perlu memberikan kepastian hukum dalam proses pengajuan praperadilan bagi tersangka yang statusnya DPO.
“Dalam hal tersangka melarikan diri atau dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO), maka tidak dapat diajukan permohonan praperadilan,” terang MA dalam Surat Edaran Nomor 1 tahun 2018 yang dikirim Kabiro Hukum dan Humas MA Abdullah kepada hidayatullah.com Jakarta, Ahad (01/04/2018).
Baca: Polres Probolinggo Kejar DPO Ajaran Sesat Penyembah Matahari
Bila praperadilan tetap diajukan oleh penasihat hukum atau keluarganya, maka kata MA, hakim menjatuhkan putusan yang tidak menerimanya.
MA menegaskan, putusan tersebut tidak dapat diajukan upaya hukum.
Ditanya apakah terbitnya larangan itu terkait satu kasus teranyar, Abdullah menjelaskan, dasar Surat Edaran nomor 1 itu bukan karena adanya kasus tersangka yang melarikan diri/DPO.
“Tetapi secara normatif sebagai upaya antisipatif karena banyaknya oknum yang ditetapkan sebagai tersangka, namun belum diproses dan dikhawatirkan melarikan diri atau sembunyi sehingga dinyatakan DPO. Kesempatan ini digunakan untuk mengajukan permohonan praperadilan.
Oleh karena ia melarikan diri maka secara hukum lari dari tanggung jawab/kewajiban. Oleh karena kewajiban tidak dipenuhi, maka selayaknya pula haknya untuk menggunakan sarana praperadilan juga tidak diberikan,” jelasnya.* Andi
Baca: Johan Khan Ajukan Praperadilan Pemberhentian Kasus Ade Armando