Hidayatullah.com– Kepala Biro Humas dan Hukum Mahkamah Agung (MA), Abdullah, menanggapi pernyataan Fifi Lety Indra, adik sekaligus pengacara terpidana kasus penodaan agama, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, yang menyebut putusan MA dibuat dengan cepat-cepat.
Yang dimaksud adalah putusan MA yang menolak peninjauan kembali (PK) Ahok atas vonis terhadapnya oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada kasus itu.
Abdullah menjelaskan, mulai tahun 2018 ini memang ada percepatan penyelesaian perkara di MA. Sebab tunggakan perkara makin menipis dengan berlakunya Perma No 09 Tahun 2017 tentang template (format) putusan MA.
“Jadi putusan menjadi simpel dan sederhana sehingga dampaknya terjadi percepatan-percepatan. Jadi ndak ada hubungannya dengan kondisi di luar,” terangnya saat dihubungi hidayatullah.com Jakarta, Kamis (05/04/2018).
Kalau dulu, tuturnya, putusan bisa ribuan halaman. Tapi dengan template yang baru sekarang, putusan diperkirakan jadi hanya 10-15 halaman.
Selain kasus Ahok, kata dia, banyak kasus lain yang diputus MA dengan cepat. Diperkirakan tahun 2018 ini begitu perkara masuk langsung diputus.
Ia menjelaskan, ada dua proses pembuatan putusan PK di MA, yakni pemeriksaan perkara PK oleh Hakim Agung dan minutasi oleh panitera. Minutasi itu pengetikan narasi putusan.
“Kalau pemeriksaan perkara itu bisa cepat, minutasinya yang bisa agak lambat. Makanya cepat diputus, bukan berarti cepat selesai,” pungkasnya.* Andi
Baca: Soal Ahok, Pakar Hukum: Napi Tak Bisa Dipindahkan ke Rutan