Hidayatullah.com– Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta memvonis terdakwa kasus korupsi pengadaan e-KTP, Setya Novanto (Setnov), dengan hukuman penjara 15 tahun dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan. Selain itu, Majelis Hakim juga menghukum bekas Ketua DPR itu dengan tambahan membayar uang pengganti sebesar 7,3 juta dolar AS.
Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menilai, seharusnya Setnov dihukum maksimal 20 tahun atau seumur hidup.
Sebab, menurutnya, peran Setnov cukup dominan dalam kasus ini. Seperti pernyataan Depdagri dan Andi Agustinus (AA) yang mengatakan dialah yang akan mengorganisasikan terlaksananya proyek e-KTP.
Namun begitu, kata Fickar, hukuman tersebut cukup setimpal, terutama dengan adanya uang pengganti sejumlah 7,3 juta dolar AS dan pencabutan hak politik.
Ia menegaskan, kasus ini jangan hanya berhenti pada Setnov saja.
“Semua nama yang mencuat di perkara ini harus diusut. Nama-nama yang disebut menerima harus diproses. Agar perkara e-KTP ini tuntas,” tegasnya kepada hidayatullah.com, Rabu (25/04/2018).
“KPK,” tambahnya, “selain menuntut (kasus) korupsi, juga harus menuntut TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang).”* Andi