Hidayatullah.com– Ketua DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) meminta Ombudsman RI untuk menjelaskan secara terbuka kepada publik, atas temuannya yang menyebutkan bahwa setiap harinya 70 persen penerbangan menuju Bandara Haluoleo, Kendari, Sulawesi Tenggara berisi tenaga kerja asing (TKA) ilegal.
Belum lagi, 30 persen TKA ilegal sisanya masuk melalui jalur laut. Disinyalir, TKA ilegal tersebut masuk menggunakan visa turis alias kunjungan sementara.
“Saya minta kepada Ombudsman jika memiliki data, agar dibuka dan diserahkan kepada Komisi IX dan Komisi III DPR agar segera memanggil pihak-pihak terkait untuk mendapat penjelasan dan klarifikasi.
Saya juga berharap agar kita semua bijaksana dalam melihat keberadaan TKA di Indonesia. Data yang diungkap Ombudsman, kalau itu benar memang cukup mengejutkan. Ombudsman harus mampu membuktikan hal tersebut,” ujar Bamsoet, sapaan akrabnya, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (25/04/2018) lansir Parlementaria.
Bamsoet tak menutup mata bahwa masih ditemukan TKA ilegal dari berbagai negara yang masuk ke Indonesia. Namun, menurutnya jumlahnya tidak banyak dan sudah ditindak oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi maupun aparat hukum lainnya.
“Keberadaan TKA ilegal tak hanya dihadapi Indonesia. Berbagai negara lain juga menghadapi hal serupa. Kita tak perlu khawatir karena saya yakin Ditjen Imigrasi sudah bekerja profesional. Aparat dan perangkat hukum kita juga sangat tegas menindaknya,” tutur Bamsoet.
Bamsoet mengaku tak sepakat jika keberadaan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing dianggap sebagai biang kerok membanjirnya TKA ilegal ke Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, izin kerja bagi TKA dari berbagai negara yang masih berlaku hingga akhir 2017 sekitar 85.974 pekerja. Setahun sebelumnya sebesar 80.375, dan tahun 2015 sebanyak 77.149 pekerja.
“Jumlah ini relatif kecil dibandingkan pengiriman tenaga kerja kita ke berbagai negara lain. Misalnya, pekerja kita di Hongkong ada 160 ribu pekerja, di Malaysia ada 2,3 juta pekerja. Data World Bank, ada sekitar 9 juta WNI yang juga menjadi TKA di berbagai negara lain,” terang Bamsoet.
Pandangan agak berbeda disampaikan Anggota Komisi IX DPR RI Adang Sudrajat. Ia beranggapan, Perpres Nomor 20 tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing telah menegaskan bahwa pemerintah ada dalam posisi disorientasi pembangunan. Dia juga menekankan, pemerintah harus menjadi pelindung angkatan kerja nasional.
Adang menilai, kebijakan pemerintah yang menggenjot arus masuk modal dengan mengorbankan sisi pembangunan kemanusiaan, bukanlah sebuah pilihan yang cerdas. Tanpa adanya tenaga kerja asing pun, tenaga kerja Indonesia sudah memiliki nilai tawar yang rendah. Ini disebabkan karena bangsa ini sudah banjir angkatan kerja.
“Negara ini karena banjir tenaga kerja, membuat kondisi pengendalian lapangan kerja sepenuhnya ada di tangan para pemberi kerja. Inilah yang membuat rendahnya nilai tawar pekerja Indonesia. Dengan kondisi yang rumit ini, maka kedudukan pemerintah sebagai regulator aturan ketenagakerjaan menjadi sangat penting,” papar Adang, Rabu.
Anggota Dewan F-PKS ini mengatakan, dengan adanya regulasi yang memberikan keleluasaaan investor untuk membawa tenaga kerja asing, maka tidak ada lagi yang bisa melindungi angkatan kerja nasional. Menurutnya, kelonggaran prosedur yang diberikan pemerintah saat ini ibarat orangtua yang membuang anaknya ke hutan rimba penuh binatang buas.
Adang menyampaikan, posisi tawar tenaga kerja Indonesia sudah sangat rendah, bahkan dalam negerinya sendiri. Munculnya Perpres Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan TKA, tentunya lebih banyak untuk kebaikan dan kepentingan pada pembawa modal dari luar.
“Tenaga kerja negara kita saat ini telah dihadapkan pada pilihan bekerja tapi dengan kehilangan harga diri, atau tidak bekerja tapi kehilangan daya beli. Ini sebuah pilihan yang bukan untuk di pilih,” ujar politisi dapil Jawa Barat itu.*