Hidayatullah.com– Terjalinnya tali pernikahan antara seorang pria dengan seorang wanita bukanlah sebatas hubungan biologis semata. Begitu pula posisi seorang istri, juga bukan sebatas sebagai ibu rumah tangga.
Lebih jauh dari itu, pernikahan merupakan lembaga ketahanan keluarga yang harus dikuatkan, dalam pengaruhnya bagi masyarakat secara lebih luas, dan tegaknya peradaban Islam di muka bumi.
“Pernikahan harus menjadi lembaga yang dikuatkan,” ujar Ketua Departemen Adab dan Pembinaan Keluarga DPP Hidayatullah, Drs Zainuddin Musaddad, saat menyampaikan tausiyah dalam acara Pernikahan Mubarakah Lima Pasang Santri di Masjid Ar-Riyadh, Gunung Tembak, Balikpapan, Kalimantan Timur, pekan kemarin, Sabtu (23/06/2018).
Dalam acara yang diikuti 300-an lebih hadirin tersebut, Zainuddin yang juga konselor keluarga antara lain mengingatkan para pengantin baru maupun pengantin lama, agar menjaga stabilitas emosi dalam berumah tangga.
“Jangan menyelesaikan masalah dengan marah,” pesannya.
Silakan marah kalau agama dihina atau kalau simbol ke-Indonesiaan dirobek-robek, tapi, “Jangan menyelesaikan masalah rumah tangga dengan marah,” ia mewanti-wanti.
Menurutnya, menahan marah itu kecerdasan. Maka, amarah sebaiknya disalurkan kepada hal-hal yang baik.
“Menyalurkan marah untuk hal positif, salurkan dengan menulis, salurkan dengan olahraga,” sebutnya mencontohkan.
Ia pun mengingatkan para suami bahwa menikahi seorang wanita tak cuma mengikat hubungan darah dengan sang istri. Tapi, ada titisan darah sang mertua bahkan kakek-neneknya. Sehingga, seorang suami harus betul-betul pandai menempatkan dirinya sebagai pemimpin atas istri dan anak-anaknya.
Mengapa, kata dia, Allah memerintahkan laki-laki masuk surga dan membawa istri-anaknya? “Karena dia (suami itu) pemimpin,” jelasnya.
“Kalau ada wanita memimpin dalam keluarga, itu tanda-tanda kehancuran,” sebutnya menambahkan.
Pernikahan mubarakah merupakan tradisi lama yang telah digelar Hidayatullah di berbagai daerah sejak lebih dari 40 tahun yang lalu. Dalam pernikahan itu, pengantin dan tamu undangan wanita ditempatkan terpisah. Di antara tradisinya, para pengantin tidak mengenal istilah pacaran sebelum menikah.*
Baca: Pernikahan Mubarakah 22 Dai-daiyah di Depok, Pengantinnya dari Papua-Sumatera