Hidayatullah.com– Debat Publik Pemilu Presiden (Pilpres) 2019 Putaran Kedua yang akan digelar pada 17 Februari 2019 diharapkan memberikan pencerahan kepada rakyat Indonesia terkait tema yang diangkat, yaitu persoalan Energi dan Pangan, Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, dan Infrastruktur.
Semua pihak yang terlibat dalam perencanaan debat terutama KPU dan Tim Sukses, diminta harus punya keberanian dan semangat yang sama untuk menyajikan pendidian politik yang bermutu kepada rakyat lewat debat ini.
Anggota DPD RI atau Senator Fahira Idris mengungkapkan, salah satu diskursus yang terus menerus menjadi polemik atau persilangan pendapat antara Pemerintah atau barisan pendukung Joko Widodo dan oposisi atau barisan pendukung Prabowo Subianto selama empat tahun terakhir ini, adalah persoalan impor pangan.
Terutama, sebutnya, adalah beras, kedelai, jagung, daging sapi, garam, dan gula.
Selain itu, juga kontroversi pembangunan infrastruktur.
Fahira mengatakan, Irisan persilangan pendapat terhadap kedua persoalan ini sangat jelas.
Pemerintah, sambungnya, bersikukuh harus ada impor. Sementara, oposisi menyatakan impor adalah kebijakan yang keliru.
Senada dengan infrastuktur, pemerintah menjadikannya sebagai ‘jualan’ keberhasilan sementara oposisi tegas menyatakan pembangunan infrastruktur ugal-ugalan dan tidak memberi dampak langsung bagi rakyat.
“Soal impor dan infrastruktur harus terkuak saat debat kedua nanti, Saya sudah kasih kisi-kisi persilangan pendapat terkait soal impor dan infrastruktur. Saya rasa ini sangat sederhana, masa enggak bisa menyajikan debat yang berkualitas.
KPU dibantu panelis tinggal menyajikan dua persilangan pendapat ini saat debat. Paksa kedua capres berargumen habis-habisan soal kebijakan impor dan infrastruktur. Berkali-kali saya ingatkan, debat ini bukan kepentingan KPU apalagi tim sukses, tetapi kepentingan rakyat agar punya landasan kuat memilih calon Presidennya,” tukas Fahira di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/01/2019) dalam rilisnya kepada hidayatullah.com.
Metode persilangan pendapat yang selama empat tahun ini terakumulasi antara pemerintah dan oposisi juga bisa dijadikan dasar materi debat terkait persoalan ketahanan energi dan pengelolaan sumber daya alam.
Kedua capres, harus mampu mengambarkan program jangka pendek, menengah, dan panjangnya untuk mengatasi ketergantungan bangsa ini terhadap energi fosil.
Selain itu, debat harus bisa menarik komitmen capres untuk menjamin bahwa pengelolaan sumber daya alam sepenuhnya berdasarkan pasal 33 ayat 2 UUD 1945 dan punya program konkret mencegah eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya alam yang mengkibatkan kerusakan lingkungan.
“Divestasi Freeport yang begitu ramai diperdebatkan bisa menjadi salah satu background atau contoh kasus materi perdebatan soal SDA dan lingkungan hidup.
Kalau KPU dan panelis berani menjadikan persilangan pendapat sebagai materi perdebatan, saya rasa debat kedua akan mencerahkan rakyat,” pungkas Fahira.*