Hidayatullah.com– Hayati Syafri, dosen bercadar IAIN Bukittinggi, Sumatera Barat, didampingi Pusat advokasi Hukum dan HAM (PAHAM) Indonesia kembali mengunjungi Komnas HAM dalam rangka kelanjutan pengaduan atas kasus dugaan diskriminasi dan pelanggaran HAM yang menimpa dirinya.
Bertemu dengan Kepala biro dukungan penegakan HAM Komnas HAM, Gatot Kristanto, Hayati menjelaskan bahwa dirinya mendapat intimidasi dari pihak kampus dan diminta untuk melepaskan cadar karena dianggap melanggar Pancasila, UUD 1945, sumpah PNS dan nama baik kampus.
Baca: Hayati Mengadu ke MUI, “Pelarangan Cadar” akan Dibahas Komisi Fatwa
Penolakan Hayati untuk melepaskan cadar mengakibatkan Hayati dinonaktifkan dari kegiatan kampus dan berlanjut pada pemberhentiannya sebagai PNS.
“Komnas HAM telah mencatat semua kronologi pelanggaran HAM yang telah dijelaskan dan bukti-bukti atau petunjuk yang diberikan. Hayati diminta untuk melampirkan semua berkas bukti bila masih ada bukti lainnya,” jelas PAHAM dalam rilisnya kepada hidayatullah.com diterima kemarin, Sabtu (09/03/2019).
Komnas HAM katanya akan membawa kasus ini ke rapat internal untuk dianalisa lebih lanjut.
“Ketika terbukti terjadi pelanggaran HAM, maka Komnas HAM akan mengeluarkan rekomendasi terhadap pelanggaran HAM yang terjadi,” jelasnya.
Baca: Hayati: Kemenag pernah Minta Buka Cadar Jika Mau Mengajar
Hayati menyampaikan penggunaan cadar yang dipakainya bersama beberapa mahasiswi lainnya adalah murni sebagai bentuk pelaksanaan ajaran Islam. Pendapat ini juga diamini KH Arwani Faishol dari Komisi Fatwa MUI yang diperoleh pada saat silaturahim dan kunjungan Ke MUI Pusat sebelumnya.
Arwani Faishol menerangkan bahwa bagi yang bermahzab Syafi’i, wajah dan telapak tangan adalah bagian dari aurat sehingga harus ditutup kecuali pada waktu sholat. Itulah fungsi dari penggunaan cadar sebagai bagian dari hijab untuk menutupi wajah yang masuk dalam kategori aurat berdasarkan mahzab Syafi’i.
Baca: Hayati Banding ke BKN, Yakin Pemecatannya Wujud Ketidakadilan
Indonesia sebagai negara hukum telah menjamin dalam UUD 1945 mengenai kebebasan beragama dan beribadah bagi warganegaranya.
“Pelarangan penggunaan cadar merupakan suatu bentuk penyimpangan dan sangat bertentangan dengan konstitusi negara. Apalagi jika cadar dikatakan sebagai simbol radikalisme dan anti NKRI.”*