Hidayatullah.com– Menyambut Hari Tanpa Tembakau Sedunia 31 Mei 2019 mendatang, Komnas Pengendalian Tembakau bersama 18 organisasi kemasyarakatan mendesak keras kepada pemerintah Indonesia terpilih 2019-2024 supaya menghentikan eksploitasi industri rokok.
18 organisasi kemasyarakatan itu adalah CISDI, FAKTA, GM FCTC, IAKMI, IISD, IPM, ITBAD, JP3T, PEBS UI, Puan Muda, RMI, SFA, SFJ, NOTC, PKJS UI, TCSC IAKM, YLA, dan YLKII.
Pasalnya, selama pemerintahan periode 2014-2019 lalu dianggap gagal dan tidak tuntas melakukan upaya pengendalian tembakau dengan menyeluruh.
“Pemerintah mendatang diharapkan belajar dari kesalahan pemerintah-pemerintah sebelumnya, yang telah gagal melindungi masyarakat dari eksploitasi industri rokok. Akibatnya kenaikan prevalensi perokok anak terus meningkat pesat,” kata Nina Samidi manajer komunikasi Komnas Pengendalian Tembakau dalam rilis yang diterima hidayatullah.com (15/05/2019).
Penerapan kebijakan yang lemah berbanding lurus dengan kejayaan industri rokok yang semakin kuat mencengkeram kehidupan masyarakat, terutama kelompok rentan yaitu anak, perempuan, dan orang miskin.
Dinilai melonjaknya prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun hingga mencapai 9,1% pada tahun 2018 adalah cerminan buruknya upaya pengendalian tembakau di Indonesia. Prevalensi perokok pria di Indonesia masih terus yang tertinggi di dunia (62,9%) dan prevalensi perokok nasional stagnan sebesar 33,8%.
“Hal ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan jumlah perokok terbanyak ketiga di seluruh dunia,” ucapnya.
Selain itu, Komnas Pengendalian Tembakau juga memberikan beberapa rekomendasi terkait pengendalian tembakau untuk pemerintahan mendatang.
Yakni, pertama, mendorong kenaikan cukai rokok setinggi-tingginya dan merevisi UU No. 39 tahun 2007 tentang Cukai untuk menaikkan batas minimal besaran Cukai menjadi 70% sesuai rekomendasi WHO.
Kedua, mendorong penerapan Kawasan Tanpa Rokok di setiap Provinsi, Kota/Kabupaten yang mencakup juga larangan iklan rokok luar ruang dan dalam ruang.
Ketiga, larangan total iklan, promosi, dan sponsor rokok di semua media (cetak, elektronik, internet).
Keempat, memperketat pengawasan dan aktivitas penjualan produk tembakau, termasuk larangan memajang produk rokok.
Kelima, memperkuat aturan peringatan kesehatan bergambar pada bungkus rokok, sesuai rekomendasi WHO, sebagai sarana edukasi publik yang efektif dan efisien mengenai bahaya merokok.
Keenam, mendorong pemerintah segera melakukan aksesi FCTC sebagai bentuk komitmen Pemerintah Indonesia akan upaya pengendalian tembakau di tingkat global.*