Hidayatullah.com– Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengkritisi adanya promosi rokok di Pekan Raya Jakarta (PRJ) atau Jakarta Fair 2019, Kemayoran, Jakarta.
Menurut Tulus, di area PRJ banyak orang merokok dan SPG (Sales Promotion Girl) yang menjajakan dan mempromosikan produk rokok dari beberapa merek. Rokok ditawarkan dengan promosi/diskon, Rp 20.000 mendapatkan dua bungkus rokok, plus wadah asesorisnya.
“Dengan demikian, PRJ yang mengklaim berskala internasional, kalah dengan area pasar tradisional di Kota Bangkok (Pasar Tjacucak) yang terbebas asap rokok. Tidak ada orang merokok di pasar tersebut, apalagi ada SPG yang jualan rokok. Padahal area PRJ sebagai tempat umum adalah area KTR (Kawasan Tanpa Rokok),” ujarnya kepada hidayatullah.com, Ahad (23/06/2019).
Baca: Tak Hanya Karena Iklan, Mudahnya Beli Rokok Membuat Anak Jadi Perokok
Selain persoalan rokok, YLKI juga menyampaikan kritikan terkait fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas khusus (fasus) di area PRJ. Tulus mengaku ia mengunjungi area PRJ pada Sabtu (22/06/2019). Ia memasuki area PRJ sekitar pukul 16.15 WIB dengan kemacetan yang parah. Ia baru bisa memarkirkan kendaraannya sekitar pukul 17.15 WIB.
Ia menyebut, sistem tarif parkirnya menerapkan harga flat yakni Rp 30.000 per sekali masuk. Tarif sebesar ini terlalu mahal. Ini sama saja menjadikan kenaikan tiket masuk secara terselubung. Sedangkan tiket masuk tarifnya Rp 40.000/orang.
“Jadi konsumen (pengguna mobil) harus merogoh kocek Rp 70.000. Kondisi area parkir sangat tidak nyaman, terbuka, dan berdebu,” ujarnya.
Baca: YLKI Dukung Kominfo agar Blokir Iklan Rokok di Internet
Selain itu, menurut YLKI, managemen PRJ seharusnya bisa menakar berapa kapasitas maksimal area PRJ dan area parkir. Bukan malah sebaliknya, pengunjung terus diterima masuk ke area PRJ sehingga sangat sulit mencari area parkir, dan di dalam area PRJ sangat penuh sesak.
“Sangat tidak nyaman. Sementara konsumen sudah membayar parkir yang sangat mahal, dan tiket masuk yang mahal juga,” keluhnya.
Terkait fasos fasus di area PRJ ia menilai kurang memadai, khususnya keberadaan/jumlah toilet, plus tempat ibadah/mushalla.
“Minim penandaan yang mengarahkan ke lokasi toilet dan mushalla. Jadi pengunjung harus mencari-cari petugas untuk bertanya, dimana keberadaan toilet dan mushalla. Selain itu terjadi antrean yang panjang di toilet perempuan. Di saat pengunjung membludak seperti itu, seharusnya disiapkan portable toilet,” usulnya.
Baca: Komnas Pengendalian Tembakau Desak Pemerintah Serius Atasi Masalah Rokok
PRJ dilaksanakan pada 22 Mei-30 Juni 2019. YLKI mengatakan, masih ada waktu sepekan lagi bagi managemen PRJ untuk memperbaiki layanan dan kinerjanya.
“Jangan cuma memungut tarif yang mahal, tetapi gagal menyamankan pengunjungnya. Pemprov DKI pun seharusnya mengawasi pelaksanaan PRJ tersebut,” pungkasnya.*