Hidayatullah.com– Politisi asal Sulawesi Selatan, Abdul Aziz Qahhar Mudzakkar, menekankan pentingnya kepemimpinan berbasis tauhid, saat menyampaikan khutbah Idul Adha 1440H di lapangan Masjid Ummul Quraa, Kalimulya, Depok, Jawa Barat, Ahad (11/08/2019).
Aziz mengajak umat Islam khususnya para pemimpin agar mengambil pelajaran dari kepemimpinan sang Nabiyullah tersebut.
Aziz mengatakan, salah satu pelajaran dari kisah Nabi Ibrahim Alaihissalam dan putranya, Nabi Ismail Alaihissalam , serta kenabian Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, adalah kepemimpinan.
Aziz menjelaskan bahwa Nabi Ibrahim merupakan suri tauladan dalam kepemimpinan, dimana Ibrahim telah lulus secara sempurna melewati berbagai ujian yang diberikan Allah. Ibrahim lulus dengan nilai-nilai tauhid yang dipegangnya. Di samping itu, semua Nabi dan Rasul setelah Nabi Ibrahim adalah keturunan Nabi Ibrahim.
“Maka Ibrahim Alaihissalam dikukuhkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala sebagai pemimpin terhadap seluruh umat manusia,” ujarnya.
Di antara pelajaran dari kisah perjalanan hidup Nabi Ibrahim, secara khusus Aziz menekankan mengenai kepemimpinan Nubuwwah atau kepemimpinan berbasis wahyu/tauhid.
“Pertama, bahwa para pemimpin seharusnya adalah orang-orang yang telah teruji dalam berbagai perjuangan menegakkan nilai-nilai kebenaran,” ujarnya di depan beratus-ratus jamaah Idul Adha.
“Kepemimpinan semestinya tidak menjadi milik dari mereka yang tidak memiliki sepak terjang dalam perjuangan menegakkan kebenaran dan keadilan,” tambahnya.
Ia mengatakan, pemimpin yang tangguh adalah mereka yang telah ditempa dengan pengalaman dan teruji dalam tantangan idealisme perjuangan.
“Mereka memiliki kematangan dan keteguhan prinsip dalam menghadapi berbagai macam tantangan dan godaan yang dihadapi dalam tugas-tugas kepemimpinannya,” ujar Aziz.
Ia menjelaskan, tugas utama kepemimpinan adalah mengarahkan masyarakat ke jalan yang benar, menegakkan keadilan, melakukan kebaikan dan menghindarkan kejahatan.
Dengan tugas dan fungsi tersebut, maka seorang pemimpin seharusnya adalah orang-orang yang telah tercerahkan terlebih dahulu. Mereka semestinya menjadi orang-orang terdepan dalam teladan kebaikan.
“Pepatah mengatakan, ‘Jika anda tidak memiliki, maka anda tidak dapat memberi’. Mana mungkin dapat menyebarkan kebaikan kepada rakyat, jika sang pemimpin sendiri tidak tercerahkan dalam kebenaran dan moralitas. Mana mungkin mereka bisa mengurus masyarakat dan bangsanya dengan baik, jika ia sendiri berkarakter buruk, cacat moral, akrab dengan kecurangan dan korupsi atau kejahatan dan kemunkaran lainnya,” paparnya.
Kedua, masih kata Aziz, kepemimpinan seharusnya tidak menjadi milik orang dzalim. Ia mengatakan bahwa urusan nasib rakyat sangat banyak ditentukan oleh para pemimpin atau penguasa.
“Pemimpin yang dzalim dan tidak adil atau curang, pasti akan merusak dan membuat banyak penderitaan bagi rakyat. Oleh karenanya, menegakkan kepemimpinan yang adil dan menghindarkan kepemimpinan yang dzalim harus menjadi agenda dan tantangan perjuangan bagi orang-orang beriman, orang-orang tercerahkan, atau orang-orang baik dalam suatu masyarakat,” ujarnya.*