Hidayatullah.com—Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) meluncurkan Satuan Tugas Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (Satgas RUU PKS), yang diawali dengan penyerahan hasil “Kajian Gagalkan RUU PKS” kepada Umi Siti Muntamah, anggota legislatif Pronvisi Jawa Barat.
Penyerahan itu diwakili oleh Maya Rahmana dan Emas Rahayu dari Bidang Perempuan Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (BP PP KAMMI). Agenda ini merupakan rangkaian Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) PP KAMMI yang berlangsung di Bandung, 10 – 13 Maret 2021.
“RUU PKS telah lama menjadi salah satu fokus gerakan KAMMI. Apalagi ini berkaitan dengan moral bangsa dan juga masa depan generasi kita,” ujar Susanto Triyogo, Pejabat Sementara (Pjs) Ketua Umum PP KAMMI pada sambutan launching Satgas RUU PKS KAMMI, Jum’at (12/03).
Isu untuk menggagalkan RUU PKS dalam rangka menyelamatkan moral bangsa menjadi isu yang harus tersebar ke seluruh daerah, agar mengambil sikap dan mengkajinya secara komprehensif, lanjut Susanto. “KAMMI sebagai gerakan mahasiswa harus mampu menjalankan perannya yakni social control terhadap moral bangsa saat ini. Ini harus menjadi spirit untuk menggagalkan RUU PKS.”
Maya Rahmanah yang ditunjuk sebagai Ketua Satgas RUU PKS KAMMI dalam sambutannya mengungkapkan bahwa perlunya umat Islam bersatu dalam menyikapi RUU PKS.
Maya melanjutkan dengan membacakan struktur Satgas RUU PKS KAMMI, Mira Fajri dan Anis Maryuni sebagai penasehat, Maya Rahmanah sebagai Ketua, Arsandi sebagai Wakil Ketua, Putri Sulistriani sebagai Sekretaris merangkap Bendahara, Devi Riyawati sebagai koordinator tim jaringan, Shabrina Fillahi Najah sebagai koordinator tim propaganda dan Indramayu sebagai koordinator tim kajian.
Ketua Departemen Kajian Gender dan Pemberdayaan Perempuan BP PP KAMMI itu juga membaca pernyatan sikap KAMMI dalam RUU PKS. “Sebelumnya isu RUU PKS ini telah menjadi pembahasan sejak 2019. Setelah melalui berbagai kajian dan diskusi publik, akhirnya KAMMI melihat urgensi untuk menggagalkan RUU PKS.”
Alumni Universitas Mulawarman ini, melanjutkan bahwa upaya ini dimulai dari gerakan pencerdasan secara persuasif pada tataran kader dan masyarakat akan bahaya dibalik RUU PKS sampai dengan upaya advokasi pada tataran legislasi. Salah satu poin dari penolakan ini karena nilai-nilai yang terkandung dalam RUU PKS tidak mencerminkan nilai-nilai Pancasila, khususnya Sila Pertama, Ketuhanan yang Maha Esa. Penggunaan Feminist Legal Theory sebagai teori pendekatan Naskah Akademik (NA) yang merupakan bagian dari paham feminis, tidak sesuai Pancasila dimana gagasan utama dari feminis radikal adalah kesetaraan gender dan kebebasan tubuh.
“Merawat keberagaman dan kesatuan merupakan amanah para pendiri bangsa. Namun keberagaman yang dimaksud terikat pada nilai-nilai kebangsaan Indonesia, yakni sila pertama Pancasila. Sehingga setiap RUU yang diusung haruslah tidak bertentangan pada nilai tersebut. Posisi KAMMI menolak RUU PKS sudah berdasarkan pada kajian dan diskusi yang akhirnya menyimpulkan RUU PKS tidak sesuai dengan nilai Ketuhanan yang Maha Esa pada taraf filososfis,” tutup Susanto.
Naura Nadzifa, peserta Rakornas dari Pengurus Daerah (PD) KAMMI Jakarta Selatan, menyampaikan harapannya pada launching Satgas ini, “Setelah penolakan RUU PKS, KAMMI tetap harus menjadikan penolakan tersebut sebagai solusi preventif dan kuratif terkait dengan kasus kejahatan seksual di manapun.”
Acara peluncuran Satgas RUU PKS diakhiri dengan aksi tanda tangan petisi para peserta Rakornas dari berbagai wilayah seluruh Indonesia. Tanda tangan ini dalam rangka mendukung gerakan #gagalkanruupks sebagai aksi selamatkan moral bangsa oleh KAMMI.*