Hidayatullah.com — Psikolog sekaligus pendiri Rumah Konseling, Muhammad Iqbal turut bersuara dengan terbitnya Peraturan Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Peraturan Menteri Nomer 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Menurut Ketua Ikatan Dosen dan Tenaga Kependidikan (IKDT) Universitas Mercu Buana ini peraturan menteri dikeluarkan lantaran maraknya kasus-kasus pelecehan dan kekerasan di lingkungan perguruan tinggi. Hanya saja ia protes karena bila dilakukan atas dasar suka sama suka maka di bolehkan di Perguruan Tinggi.
Dijelaskan Iqbal Permendikbudristek 30 itu memuat istilah ‘persetujuan’ yang mana selalu digunakan kaum liberal. Ini bisa dibuktikan dengan kata-kata ‘tanpa persetujuan korban’, yang dapat diartikan bila suka-sama suka, sama-sama setuju maka dibiarkan tidak termasuk dalam kategori pelanggaran kekerasan seksual di perguruan tinggi
“Frasa ini tentu saja sangat ambigu dengan judul yang tertulis, karena pada faktanya di lingkungan perguruan tinggi adalah sebuah institusi yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan moralitas pancasila, karena suka sama suka tanpa ikatan pernikahan adalah perbuatan dosa yang melanggar norma agama dah nilai-nilai moral Pancasila,” ungkap Iqbal melalui keterangan tertulisnya kepada Hidayatullah.com, Rabu (10/11/2021).
Disamping itu lanjut Iqbal perilaku atas dasar suka sama suka yang dibiarkan juga bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional yang ingin membentuk akhlak yang mulia “Dalam berbagai kasus kekerasan seksual yang kami tangani pada remaja di rumah konseling, justru suka-sama suka ini yang lebih berbahaya dari tindak pidana kekerasan seksual,” ujarnya.
Alumni PPRA-54 Lemhannas RI ini menuturkan seks atas dasar suka sama suka justru banyak menyebabkan hamil di luar nikah, aborsi, berkembangnya penyakit inveksi menular seksual, HIV Aids. Kekecewaan yang menyebabkan depresi dan bunuh diri, hingga menjadi pelaku prostitusi karena kekecewaan setelah “habis manis sepah di buang” akhrinya menjual diri.
Perilaku ini kata Iqbal bila dibiarkan akan merusak tatanan rumah tangga karena dosen mayoritas sudah berkeluarga, artinya frasa “persetujuan” bisa mendorong terjadinya perselingkuhan antara dosen yang sudah menikah dengan mahasiswa yang ini masuk kategori perzinahan. “Apalagi bila terjadi antara dosen dan mahasiswa yang sudah tentu melanggar norma sosial dan keagamaan,” tuturnya.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Dengan begitu, Iqbal melihat bila hubungan seksual suka sama suka di lingkungan perguruan dibiarkan tidak masuk dalam norma pelanggaran, maka tentu saja mahasiswa menjadi korban akibat kepolosan dan kebebasan tersebut, karena mahasiswa pada fase krisis yang labil dan mudah di pengaruhi.
“Dosen yang memiliki kuasa lebih besar bisa saja memulai aksi dengan bujuk rayu dan cara yang halus sehingga menyebabkan mahasiswa terperangkap dalam hubungan suka sama suka tanpa di sadari, demikian juga hubungan antar mahasiswa yang bisa menyebabkan banyak perilaku seks bebas di perguruan tinggi atas dasar persetujuan,” jelasnya.
Untuk itu ditegaskan kembali oleh Iqbal, frasa ‘tanpa persetujuan korban’ tentu saja harus di tolak karena bertentangan dengan nilai-nilai agama, moral pancasila serta fungsi dan tujuan pendidikan nasional.*