Hidayatullah.com– Berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH), Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) mendorong berdirinya Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) selain yang sudah ada.
“BPJPH juga mendorong berdirinya LPH-LPH baru sesuai amanat UU 33 tahun 2014. BPJPH saat ini sudah mendidik 226 calon Auditor Halal. Jika tiap LPH minimal 3 auditor, diharapkan ke depan akan bisa berdiri 79 LPH,” ujar Kepala BPJPH Sukoso di Jakarta, Jumat (06/12/2019) dalam siaran persnya diterima hidayatullah.com.
“Azas transparansi dan good governance tentu menjadi landasan dalam pelaksanaan layanan sertifikasi halal ini,” tambahnya.
Sukoso mengakui bahwa LPH yang ada saat ini dan memiliki pedoman pembiayaan yaitu baru Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI).
Baca: BPJPH: Biaya Sertifikasi Halal Masih Merujuk Aturan Tarif LPPOM MUI
Sukoso menjelaskan, ada tiga pihak utama yang berperan dalam layanan sertifikasi halal, yaitu BPJPH, MUI, dan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH).
LPPOM MUI hanyalah salah satu dari LPH. Layanan sertifikasi itu sendiri mencakup pengajuan permohonan sertifikasi halal, pemeriksaan dan atau pengujian kehalalan produk, pengkajian ilmiah terhadap hasil pemeriksaan dan atau pengujian kehalalan produk, pelaksanaan sidang fatwa halal, dan penerbittan sertifikasi halal.
Baca: LPPOM MUI: Auditor Halal Harus Kompeten dan Berakhlak Baik
Ia menjelaskan, peran ketiga pihak dalam layanan sertifikasi halal secara jelas sudah diatur dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) No 982 tentang Layanan Sertifikasi Halal.
BPJPH berwenang dalam pengajuan permohonan dan penerbitan sertifikasi halal. MUI berwenang dalam pengkajian ilmiah dan pelaksanaan sidang fatwa halal. Sedangkan LPH berwenang dalam pemeriksaan dan atau pengujian kehalalan produk.*