Hidayatullah.com– Majelis Ulama Indonesia menangapi beredarnya kabar Omnibus Law Rancangan Undang-Undangan Cipta Lapangan Kerja (RUU Cilaka) menghapus pasal-pasal yang tersebar pada 32 UU, termasuk Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH).
Sekjen MUI Anwar Abbas menyatakan, di dalam pasal 29 ayat 1 UUD 1945 disebutkan bahwa negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sehingga, terang Anwar, apa saja kebijakan negara, baik dalam bidang politik dan atau ekonomi, tentunya tidak boleh bertentangan dengan ajaran agama, bahkan harus mendukung tegaknya ajaran agama. Apalagi Islam yang merupakan agama mayoritas dari penduduk di negeri ini, sebanyak 87 persen.
Baca: BPJPH Akui Banyak Pasal UU Jaminan Halal Terdampak Omnibus Law
Anwar menjelaskan, sertifikasi halal pada dasarnya adalah kebutuhan rakyat kebanyakan.
Oleh karena itu, kalau ada rencana penghapusan kewajiban sertifikasi halal, maka itu berarti negara tidak lagi hadir memperhatikan apa yang menjadi tugas dan fungsinya, serta apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan dari rakyatnya.
“Dan kalau seandainya itu terjadi dimana pemerintah tidak lagi hadir untuk membela hak-hak rakyatnya, maka tentu hal ini akan menyeret dan akan menimbulkan ketegangan hubungan antara rakyat dalam hal ini umat Islam dengan pemerintah, dan itu jelas tidak baik bagi kehidupan berbangsa dan bernegara di negeri ini ke depannya,” ujar Anwar kepada hidayatullah.com dan wartawan lain di kantor MUI, Jakarta, Selasa (21/01/2020).
Baca: Omnibus Law RUU Cilaka Hapus Kewajiban Makanan Bersertifikat Halal
Menurutnya, mengembangkan pemikiran untuk menghapus kewajiban sertifikasi halal dalam kehidupan ekonomi dan bisnis, akan sangat potensial memancing kekeruhan dan kegaduhan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Sebab, lanjutnya, hal itu jelas-jelas mengabaikan dan tidak lagi menghormati kepentingan umat Islam yang merupakan penduduk mayoritas di negeri ini.
Seharusnya yang dilakukan oleh pemerintah, masih kata Anwar, adalah apa yang sudah baik selama ini dipertahankan bahkan ditingkatkan. Supaya, tingkat ketenangan dan kepuasan sebagian besar rakyat di Indonesia dapat dipenuhi dan terpenuhi.
Dengan kata lain, bisa disimpulkan bahwa MUI mendorong pemerintah tetap mempertahankan kewajiban sertifikasi halal sebagaimana diwajibkan dalam UU JPH.
“Investasi sangat dibolehkan asal tidak melanggar undang-undang dan Pancasila,” tutup Anwar.
Baca: Pemerintah Mau Bangun Kepercayaan, 1.244 Pasal dari 79 UU Akan Direvisi
Sebelumnya diberitakan hidayatullah.com, Omnibus Law Rancangan Undang-Undangan Cipta Lapangan Kerja (RUU Cilaka) menghapus pasal-pasal yang tersebar pada 32 UU, mengutip laman media online pada Selasa (21/01/2020). Salah satunya pasal-pasal di Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH).
Diketahui, pemerintah berencana menerbitkan Omnibus Law dengan mengajukan revisi sebanyak 1.244 pasal dari 79 undang-undang yang ada.
Lantas apa saja yang dihapus?
Berdasarkan Pasal 552 RUU Cipta Lapangan Kerja sebagaimana dikutip Detikcom pada Selasa (21/01/2020), terdapat sejumlah pasal di UU JPH akan dihapus, yakni Pasal 4, Pasal 29, Pasal 42, dan Pasal 44.
Pasal 4 UU Jaminan Produk Halal mewajibkan semua produk yang beredar di Indonesia wajib bersertifikat halal. Selengkapnya Pasal 4 berbunyi:
Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal.
Dengan dihapusnya Pasal 4 UU Jaminan Produk Halal, maka pasal yang menjadi turunan Pasal 4 juga dihapus.
Baca: Klarifikasi Pemerintah Atas Beredarnya Draf RUU Penciptaan Lapangan Kerja
Sementara Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) mengakui, banyak pasal dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) yang terdampak dalam pembahasan Omnibus Law Rancangan Undang-Undangan Cipta Lapangan Kerja (RUU Cilaka).
. “Pasal 4 tentang kewajiban sertifikasi halal bagi produk, tidak jadi pembahasan,” kata Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH, Mastuki di Jakarta, Selasa (21/01/2020).* Abdul Mansur J