Hidayatullah.com– Penting bagi kaum Muslimin untuk benar-benar menyeleksi produk-produk yang akan dikonsumsi, seperti obat dan suplemen. Dalam hal ini termasuk cangkang kapsul yang perlu dicermati titik kritis kehalalannya.
Dewan Pengawas Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia, Ir. Chilwan Pandji, M.Apt.Sc., menjelaskan, teknologi kapsul gelatin dipilih oleh para produsen farmasi karena unggul dalam ketersediaan hayatinya, selain lebih mudah dimodifikasi dari sisi biofarmasetiknya.
“Bahan baku gelatin umumnya adalah kulit dan tulang dari hewan mamalia, seperti sapi dan babi. Secara garis besar, sumber gelatin untuk pembuatan kapsul dibagi atas gelatin tipe A yang berasal dari kulit baik sapi dan babi dan gelatin tipe B yang berasal dari tulang baik sapi maupun babi,” jelas dosen di Fakultas Teknologi Industri, Institut Pertanian Bogor (IPB) ini kutip website resmi LPPOM MUI pada Kamis (03/12/2020).
Cangkang kapsul memang erat kaitannya dengan obat dan suplemen, baik itu kimiawi ataupun herbal. Sebab, cangkang kapsul menjadi salah satu teknologi yang memiliki banyak manfaat. Dua di antaranya memudahkan konsumsi obat (utamanya karena aroma dan rasa pahit), serta melindungi obat dari udara dan cahaya (higroskopis).
Pada umumnya, cangkang kapsul terbuat dari gelatin atau rumput laut (karagenan). Sumber gelatin itulah yang menjadi titik kritis terbesar dari cangkang kapsul. Menurut Dosen Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikan dan Ilmu Kelautan IPB, Dr. Mala Nurimala, S.Pi., M.Si., gelatin merupakan senyawa turunan protein yang diperoleh dengan cara mengekstrak kolagen hewan. Biasanya, gelatin berbentuk serbuk atau lembaran.
“Sayangnya, sampai saat ini, belum ada produsen yang memproduksi kolagen secara komersial di Indonesia. Hampir 60% penggunaan kolagen dan gelatin di dunia berasal dari babi,” ujar peneliti di Halal Science Center IPB ini.
Sehingga, Mala beserta timnya masih terus mengembangkan sumber alternatif kolagen dan gelatin halal yang berasal dari kulit ikan.
Proses Ekstraksi
Selain dari sumbernya, titik kritis kehalalan gelatin selanjutnya terletak pada saat proses ekstraksi. Terdapat beberapa cara dalam mengekstraksi kolagen menjadi gelatin, yaitu dengan metode asam, basa, dan enzimatis. Oleh karena itu, sumber dan kehalalan jenis pelarut harus dipastikan.
Jika kolagen diekstrak menggunakan enzim, maka enzim yang akan dipakai merupakan enzim protease yang dapat memecah protein. Akan tetapi, selama ini enzim protease yang banyak dijual berasal dari babi, seperti pepsin.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Dengan demikian, dibutuhkan pengetahuan dan metode pendukung yang akurat agar bisa mengetahui setiap bahan yang dipakai pada pembuatan gelatin. Di antara yang bisa dilakukan yaitu dengan melakukan analisis laboratorium guna mengidentifikasi DNA babi dan protein spesifik babi.
“Hasil analisis lab itu dapat memberikan keyakinan dan kenyamanan dengan pembuktian secara ilmiah, dalam proses sertifikasi halal. Sehingga, dapat menepis gugatan yang mungkin terjadi dari pihak-pihak yang berkepentingan,” kata Wakil Direktur LPPOM MUI Ir. Muti Arintawati, M.Si..
Kini, menyeleksi produk halal sudah bukan menjadi hal yang rumit. LPPOM MUI menyajikan daftar produk halal melalui website Halalmui.org dan aplikasi Halal MUI. Keduanya bisa diakses masyarakat dengan mudah dan transparan.*