Hidayatullah.com–Masa Sidang kelima telah resmi dimulai sehingga membuat agenda DPR RI yang telah menumpuk pada masa sidang sebelumnya diharapkan dapat segera diselesaikan. Hal ini penting, mengingat ada 37 RUU yang masuk dalam Prolegnas prioritas tahun 2015.
Sekretaris Fraksi PKS DPR RI Sukamta mengungkapkan harapannya pada masa sidang kelima ini.
“Dengan dibukanya masa sidang kelima, kami menginginkan adanya peningkatan produktivitas seluruh anggota dewan, terlebih terdapat target prolegnas prioritas dan penyikapan kondisi ekonomi nasional yang kian hari kian mengkhawatirkan,” ungkap Sukamta Rabu (05/08/2015).
Secara khusus Anggota Badan Anggaran DPR RI ini juga menyoroti kondisi ekonomi nasional hari-hari ini yang kian memprihatinkan. Pada penyampaian keterangan Pemerintah atas Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran 2016 beserta Nota Keuangan pada 14 Agustus 2015 yang lalu diantaranya disebutkan bahwa asumsi nilai tukar rupiah tahun 2016 adalah sebesar Rp13.400 per dolar AS , Asumsi pertumbuhan ekonomi tahun 2016 adalah sebesar 5,5 persen dan asumsi laju inflasi tahun 2016 adalah sebesar 4,7 persen.
“Kami tentu berharap bahwa penyampaian pidato Presiden RI mampu membangkitkan optimisme pasar dan ekonomi nasional pada umumnya, namun ternyata tidak indah seperti yang diharapkan,” ujarnya.
Tidak disangka pasca pidato Presiden RI akhir pekan lalu dalam rangka penyampaian nota keuangan belum bisa dikata berujung manis. Laju rupiah yang diharapkan kembali menunjukkan penguatannya setelah adanya political budgeting kepala pemerintahan sekaligus kepala negara, justru belum mampu membuat rupiah berdiri tegak, bahkan cenderung terus melemah.
Nilai tukar rupiah berdasarkan data Bloomberg pada pembukaan perdagangan hari ini (18/08) di level Rp13.820/USD. Posisi tersebut memburuk 33 poin dibanding penutupan perdagangan sebelumnya di level Rp13.787/USD saat pembacaan nota keuangan. Sedangkan posisi rupiah berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) BI pada level Rp13.831/USD, juga melemah 68 poin dari posisi akhir pekan lalu di level Rp13.763/USD.
“Apa mau dikata, kondisi ini diperparah dari imbas kekhawatiran devaluasi lanjutan yuan yang hari ini kembali terkoreksi dan masih melemahnya sejumlah harga komoditas membuat laju USD tak terbendung, sehingga laju rupiah pun terus terlibas semakin dalam dan ketidakpastian ekonomi masih menggelayuti ekonomi bangsa kita hingga saat ini.” Ujarnya
Sedangkan mengenai tim ekonomi pemerintah yang baru, Politisi PKS ini mengungkapkan harapannya tersendiri.
“Kini tugas berat berada di pundak bapak presiden, apakah pesimisme pasar dan faktor tekanan eksternal oleh yuan tiongkok dan dollar Amerika mampu diatasi dengan baik ditengah hasil reshuffle tim ekonomi yang baru, namun sejujurnya hingga kini masih diragukan kapabilitas dan kesolidannya termasuk kejelasan agenda kerja yang dibawanya,” ungkapnya.
Sukamta yang pernah mengenyam program doctoral di Salford University of Manschester Inggris ini menambahkan bahwa pidato presiden pada penyampaian Nota Keuangan 2016 terlihat cukup optimistis bahwa pada tahun depan ekonomi Indonesia akan lebih baik, namun demikian hal ini kurang dibarengi dengan penyampaian program dan rencana jangka pendek yang mampu meredam kepanikan pasar dan stabilisasi ekonomi nasional.
“Sektor saham hari ini (18/08) dibuka melemah semuanya, termasuk postur anggaran yang berpeluang membawa deficit yang semakin besar, utang negara yang semakin besar, kemungkinan inflasi yang masih tinggi dibuktikan dengan harga beberapa bahan pokok yang melambung tinggi dalam dua hari ini, maka sangat sulit mengharapkan rupiah menguat. Apalagi dengan faktor eksternal yang masih kuat, bisa saja kurs rupiah terjerembab semakin dalam, bahkan bisa jauh dari asumsi yang dibuat, program penyelamatan ekonomi nasional masih buram,”. tambahnya.
Oleh karena itu, Wakil rakyat dari Dapil Daerah Istimewa Yogyakarta ini mengingatkan kepada pemerintah agar setiap tindakan yang dilakukan oleh Presiden, wapres maupun para pembantunya dapat secara konkret menyelesaikan program mendasar termasuk RUU Jaring Pengaman Sistem Keuangan dan program-program yang konstruktif dan solid.
“Tantangan saat ini adalah mulai munculnya keraguan sebagian besar publik, bahkan pelaku bisnis mulai ragu untuk berinvestasi. Asumsi dan perencanaan yang dibuat oleh pemerintah saat ini baru direspon sekedar sebagai “janji” atau lips service, dengan kemungkinan kecil untuk tercapai, boleh dikata gayung pun belum tentu bersambut, “ ujarnya.
Kondisi rupiah yang mulai “mencekam” memang menjadi sorotan, karena mengalami penurunan yang terparah dan menyentuh level terburuk sejak krisis moneter (krismon). Saat ini pemerintahan Jokowi perlu segera berlari mengejar segala ketinggalan. Bila asumsi kurs terlalu jauh dari kenyataan, maka anggaran yang direncanakan bisa tidak realistis dan kemungkinannya akan berubah total.
“Nampaknya pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan pergantian menteri dan tim ekonomi, namun tanpa membuat desain penyelamatan ekonomi nasional yang lebih konkret dan jelas, saat ini pemerintah mulai terlihat rapuh, rakyat sudah mulai gelisah menunggu, para pelaku ekonomi harap-harap cemas,” pungkasnya.*