Hidayatullah.com– Ada beberapa hal menarik ketika bicara mengenai rokok. Terutama, saat mengungkap hasil kesepakatan rapat dewan direksi perusahaan rokok terbesar dunia milik Philips Moris tahun 1995 silam.
Pegiat Pengendalian Tembakau Julius Ibrani mengatakan, hasil kesepakatan itu di antaranya tiga poin yang mencengangkan dunia, termasuk Kanada dan Amerika yang merupakan negara dimana perusahaan rokok tersebut berada.
Pertama, industri rokok mereka harus mampu mempengaruhi kebijakan agar tujuan bisnis tercapai. Kedua, berjuang secara agresif dengan segala sumber yang tersedia, untuk melawan upaya dari pihak mana saja yang menghalangi produksi dan penjualan rokok secara luas.
“Istilahnya, martil enggak ada. Hantam saja,” kata Julius pada acara Pelatihan Peliputan tentang Pengendalian Tembakau 2017 yang diselenggarakan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta di Bogor, Jawa Barat, akhir pekan kemarin.
Ketiga, industri rokok harus tegas dan keras kepala dalam mencapai target dengan melalui berbagai macam cara.
“Nah, 3 poin ini masuk dalam laporan internal perusahaan rokok (Philips Moris) yang bisa dibaca semua manusia di muka bumi,” ujar Koordinator Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI) ini.
Julius menambahkan, hal itu sejalan dengan Laporan Akuntabilitas Korporasi Internasional yang mengatakan, strategi yang digunakan oleh industri rokok dalam mencapai tujuannya adalah mempengaruhi kebijakan legislasi mulai dari penyusunan draf, prosedur, kajian ilmiah, sampai proses pembahasan.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
“Termasuk juga menyuap anggota parlemen, mencari dukungan pemerintah dengan memberikan pendanaan dan seterusnya. Yang mana ujung-ujungnya agar pro terhadap kepentingan industri rokok,” jelas anggota dari Solidaritas Advokat Publik untuk Pengendalian Tembakau ini.*
Baca: Emil Salim: RUU Pertembakauan Layani Kepentingan Industri Rokok