Hidayatullah.com– Salah satu dari 12 pemohon gugatan Judicial Review (JR) atau Uji Materi terhadap 3 pasal yakni 284, 285, 292 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Kesusilaan, Akmal Syafril, menegaskan, pada dasarnya hakim Mahkamah Konstitusi (MK) tidak menolak gagasan para pemohon.
“Ketika kita mengatakan zina berbahaya mereka sepakat, cakupan pemerkosaan harus diperluas mereka juga sepakat, hanya saja hasil keputusan mengatakan ini tugasnya DPR,” ujarnya kepada hidayatullah.com usai pembacaan putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (14/12/2017).
Menjurut Akmal, selain tidak menolak gagasan pemohon, ada 4 hakim yang menyatakan dissenting opinion (berbeda pandangan) dengan putusan MK itu sendiri.
Baca: Singgung MK, Ketua MPR Nilai Homoseksual Intoleran dan Perusak NKRI
Artinya, terang Akmal, keempat hakim tersebut mendukung gagasan gugatan yang diajukan oleh pemohon.
“Dengan pertimbangan negara kita berdasarkan Pancasila, dimana sila pertamanya Ketuhanan Yang Maha Esa, oleh karena itu nilai-nilai keagamaan dan ketuhanan harus menjadi yang paling utama,” ungkapnya.
Sehingga, menurutnya, keputusan MK yang menolak gugatan tersebut hanya masalah teknis saja.
“Dan kita tidak sepakat untuk mundur sekarang. Insya Allah masih ada perjuangan melalui jalan lainnya. Maju ke DPR salah satu yang perlu kita lakukan,” ungkapnya.
Baca: ‘MK Tolak JR Pasal Kesusilaan Berdampak Makin Rentannya Kejahatan Seksual’
Akmal menyampaikan, perjuangan untuk memperbaiki instrumen hukum terkait kesusilaan di Indonesia masih panjang.
Untuk itu, perlunya menjelaskan kepada masyarakat bahwa undang-undang yang ada saat ini tentang zina di luar pernikahan, homoseksual pria dewasa, dan kumpul kebo bertentangan dengan nilai-nilai yang kita dianut di masyarakat Indonesia.
Baca: MK Tolak Gugatan Pasal Kesusilaan, Pemohon Terus Berjuang
Sebagaimana diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruhnya gugatan Uji Materi terhadap 3 pasal yakni 284, 285, 292 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Kesusilaan, nomor perkara 46/PUU-XIV/2016.
Keputusan itu diambil setelah mayoritas hakim menolak, dengan komposisi 5 (lima) hakim menolak, sedangkan 4 (empat) lainnya setuju terhadap gagasan atau gugatan yang disampaikan pemohon.
Adapun yang menolak adalah Hakim Maria Farida Indrati (Anggota), Hakim I Gede Dewa Palguna (Anggota), Hakim Suhartoyo (Anggota), Hakim Manahan MP Sitompul (Anggota), Hakim Sadli Isra (Anggota).
Sedangkan yang mendukung yaitu Hakim Arief Hidayat (Ketua MK), Hakim Anwar Usman (Wakil Ketua), Hakim Aswanto (Anggota), dan Hakim Wahiddudin Adams (Anggota).
MK beralasan, pokok permohonan pemohon untuk memrperluas makna zina dan norma hukum pidana seharusnya diajukan kepada pembuat undang-undang yakni DPR dan pemerintah.*