Hidayatullah.com– Dua pembantu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Menteri koordinator bidang kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Keuangan Sri Mulyani, dilaporkan oleh seorang warga ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Menurut pelapor, kedua menteri kabinet kerja tersebut diduga melakukan pelanggaran karena menyebutkan identitas calon presiden pada acara pertemuan tahunan IMF-World Bank 2018 di Nusa Dua Bali, Ahad (14/10/2018) lalu.
Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Fritz Edward Siregar menyebut, tindakan Menteri Luhut Binsar Panjaitan dan Menteri Sri Mulyani yang mengacungkan salam satu jari dalam acara pertemuan IMF-World Bank berpotensi melanggar Undang-Undang Pemilu.
Pasalnya, hal itu bisa dinilai sebagai tindakan pejabat negara yang menguntungkan salah satu pasangan calon dalam Pilpres 2019.
Diketahui, pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin maju sebagai capres-cawapres pada Pilpres mendatang dengan nomor urut 01, yang biasa disimbolkan dalam kampanye dengan acungan salam satu jari.
Baca: Anggota Komisi IV: Polemik Menko Luhut – Menteri Susi Tak Elok
Dilansir Antara, Jumat (19/10/2018), salah seorang warga bernama Dahlan Pido, mengadukan dua menteri tersebut ke Bawaslu di Jakarta, Kamis (18/10/2018) atas dugaan pelanggaran itu.
Didampingi kuasa hukumnya, Dahlan yang berprofesi sebagai advokat mengatakan, kedua menteri itu diduga melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu Pasal 282 dan 283.
Dahlan mengatakan, kedua menteri itu enggan berfoto dengan pose menunjukkan dua jari seperti yang dilakukan pemimpin Bank Dunia dan pimpinan IMF.
Sri Mulyani menyebut 2 untuk Prabowo dan 1 untuk Jokowi. Lalu Luhut berpose dengan menunjukkan satu jari.
“Pejabat negara dilarang melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu, itu poinnya, dalam masa kampanye,” ujar Dahlan kepada para wartawan.
Berarti salah satu paslon dirugikan?
“Iya, pengertian dalam bahasa hukum ini itu ada pelanggaran,” jawab Dahlan.
Dahlan melapor ke Bawaslu dengan membawa sejumlah alat bukti, berupa cetakan berita dari sejumlah media daring (online) dan satu keping DVD.
Baca: Luhut: Jokowi Minta Sejumlah Bandara Diserahkan ke Swasta
Menurut Dahlan, kedua pejabat tersebut bisa dikenakan sanksi berupa kurungan penjara selama 3 tahun dan denda sebesar Rp 36 juta, sesuai pasal 547, UU Nomor Tahun 2017 tentang Pemilu.
Hal itu diatur dalam Pasal 282 dan 283 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
“Ya itu mungkin bisa dugaan pelanggaran Pasal 282 sama Pasal 283. 282 yang tindakan pejabat negara yang menguntungkan salah satu paslon,” kata Fritz, Kamis (18/10/2018) kutip Kompas.com.
Namun demikian, hingga saat ini Bawaslu belum melakukan penyelidikan terkait hal tersebut.
Fritz mengatakan, pihaknya harus melihat secara utuh persoalan yang terjadi.
“Ya, itu masih harus dilihat secara utuh, secara konteksnya. Tapi itu masih dugaan, masih berpotensi,” ujar Fritz.
Baca: Menkeu Sri Mulyani Mau Lelang Miras Ilegal ke Pebisnis
Pasal 282 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 berbunyi: Pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.
Sementara Pasal 283 mengatakan:
(1) Pejabat negara, pejabat struktural dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta aparatur sipil negara lainnya dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: pertemuan, ajakan, imbauan, seruan atau pemberian barang kepada aparatur sipil negara dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.
Baca: Rupiah Rp 15.000/Dolar, Rizal Minta Waspada, Kata Luhut Tak Perlu Risau
Sebelumnya diketahui, beredar video Luhut dan Sri Mulyani mengacungkan salam satu jari di acara pertemuan IMF-World Bank yang digelar di Nusa Dua, Bali, Ahad (14/10/2018).
Dalam video terlihat, pada mulanya Luhut dan Sri Mulyani menunjukkan 10 jari. Sementara Managing Director IMF Christine Lagarde mengacungkan kedua jarinya. Luhut dan Sri Mulyani lantas melakukan koreksi dengan mengacungkan pelunjuk, dan mengajak Christine Lagarde melakukan hal sama.
Luhut mengklaim bahwa pose satu jarinya itu ia maksudkan untuk menjelaskan kepada pimpinan IMF bahwa Indonesia itu satu. Karena sebelumnya, Luhut mengaku telah mengatakan kepada Christine Lagarde mengenai simbol kesatuan Indonesia itu.
“Oo, itu sih, kan saya bilang Indonesia nomor satu. Kan dia yang bilang, jadi saya bilang begini (sambil menunjukkan pose satu jari),” ujar Luhut.
Sedangkan untuk tawa yang terdengar usai pose foto tersebut, Luhut mengatakan, kejadian itu berlangsung karena adanya perbedaan persepsi soal pengertian dua jari dari satu jari.
Usai menjelaskan kepada Christine Lagarde, Luhut dan yang lainnya pun malah tertawa. “Dia bilang victory. Victory different, hahah makanya kami ketawa lepas,” sambungnya.*