Hidayatullah.com– Reuni Akbar Mujahid 212 sukses digelar di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta, dan diperkirakan dihadiri lebih dari 7 juta orang dari berbagai daerah se-Indonesia.
Pantauan hidayatullah.com, dibandingkan Reuni 212 pada 2017 silam, kali ini Reuni Akbar 212 di luar perkiraan. Euforia reuni kali ini hampir sama persis dengan fenomena Aksi Bela Islam 212 dua tahun lalu.
Aksi simpatik ini pun mematahkan berbagai spekulasi negatif kelompok yang tak menginginkan kegiatan ini berlangsung.
“Kalau ada yang bilang kegiatan ini anti keragaman, anti Pancasila, mereka akan malu. Banyak non-Muslim yang juga hadir di reuni ini. Merah Putih kami kibarkan, lagu kebangsaan dengan bangga kami nyanyikan,” ujar Arman, 32 tahun, Mujahid 212 asal Bandung.
Meskipun diimbau oleh MUI Jawa Barat agar tak ikut reuni, Arman dan rombongannya tetap berangkat ke Jakarta.
“Dari dulu mah gitu,” ujarnya sambil tersenyum.
Seperti diketahui, dalam Reuni Akbar Mujahid 212 ini selain mengibarkan jutaan bendera tauhid, bendera Merah Putih tak kalah banyak. Lagu-lagu kebangsaan pun dilantunkan dari Indonesia Raya, Satu Nusa Satu Bangsa, hingga Garuda Pancasila dan diiringi dengan musik tradisional rampak.
Senada dengan Salma, 37 tahun, seorang ibu rumah tangga asal Jakarta yang memboyong kedua anaknya yang masih kecil-kecil. Ketika ditanyakan seberapa manfaat kegiatan ini untuk diri dan keluarganya, ia menjawab reuni ini seperti refleksi diri.
“Yang bilang tak ada manfaat siapa? Saya rindu kebersamaan seperti ini, rindu persatuan umat. Kapan lagi umat Islam dari berbagai ormas dan berbeda manhaj bisa berkumpul bersama? Orang yang bilang ini tidak bermanfaat, mereka tidak menginginkan persatuan. Datang ke sini saya merasa seperti men-charge diri,” ujarnya mengebu-gebu.
Hal ini mematahkan pernyataan media nasional yang mengatakan hanya FPI dan eks HTI yang hadir dalam reuni ini.
Sedangkan dari kalangan muda, ketika ditanya apakah kegiatan ini berbau politik, “terus masalahnya apa?” ujar Erwin, 25 tahun, asal Malang, Jawa Timur.
“Dari dulu gitu, semua yang kita lakukan dibilang berbau politik. Basi,” lanjutnya.
Erwin mengatakan anak muda sekarang sudah bisa membaca kondisi dan situasi negeri, “kalau mau berpolitik pun, kami tahu jalur politik mana yang harus dilalui.”
“Politisinya pun yang akan kami dukung pasti yang cerdas dan berpendidikan, bukan politisi ingusan yang belum kelar kuliah,” lanjutnya.
Di dunia maya pun tak kalah heboh, selama 22 jam berturut-turut hingga tulisan ini ditulis, hashtag #ReuniAkbar212diMonas menjadi trending teratas di Twitter.
“Mau diframing bagaimanapun kegiatan ini oleh media, diplintir beritanya, dibuat opini sesat atau difitnah reuni kami, sampai kapan pun spirit 212 tak akan pernah padam,” ujar Yanto, 40 tahun, asal Jakarta.
Pantauan hidayatullah.com, pukul 14.00 WIB, Monas kembali steril, bersih dan rapi.*/Sirajuddin Muslim