Hidayatullah.com–Setelah penantian panjang tidak kurang dari 30 tahun, akhirnya seorang kakek di Gaza, Syeikh Muzaffar Salman An Nawati (56 tahun) berhasil menyabet gelar sarjananya dari Universitas Islam, Gaza, jurusan Syariah dan Hukum.
Kepada hidayatullah.com, Senin (01/03/2016) dia berbagi foto dan videonya saat wisuda, sebagai ungkapan syukur atas nikmat tersebut, beliau berbagi kisahnya.
Syeikh Mudzaffar Salman beberapa kali ke Indonesia atas undangan Sahabat Al-Aqsha untuk menjadi Imam Shalat Tarawih selama bulan Ramadhan dalam profram “Silaturrahim Ramadhan Imam-imam Palestina & Suriah ke Indonesia” (SIRAMANMANIS).
Lahir di Gaza pada tahun 1961. Kedua orang tua dan keluarga besarnya sebanarnya punya perhatian besar terhadap pendidikan. Mudzaffar kecil sudah bermimpi dapat belajar setinggi-tingginya. Namun apa daya, keadaan ekonomi yang mencekik memaksa nya mengubur mimpi itu.
Lulus Stanawiyah Amah (Setingkat SMA), Mudzaffar muda bekerja serabutan. Posturnya yang tinggi besar memudahkannya bekerja sebagai kuli bangunan.
Selain itu, dia pun menjajaki dunia kuliner. Dari membantu di rumah makan, sampai menjadi koki handal dan membuka rumah makan sendiri.
Dalam kunjungannya ke Indonesia pada Ramadhan tahun lalu, hidayatullah.com sempat merasakan menu andalan dan kesukaanya yaitu Maqluba. Hidangan khas Gaza berupa nasi yang dicampur dengan bermacam sayur segar, bumbu, dan ayam yang dipotong besar-besar.
“Hmm. Uenak,” komentar seorang guru asal Surabaya yang ikut dalam jamuan malam itu.
Keluarga Mujahidin
keluarga Mudzaffar dikenal sebagai keluarga mujahidin. Adik kandungnya yang seorang wartawan, Muhib an-Nawati hilang tanpa jejak dalam sebuah liputan perang. Adiknya yang lain, Mu’taz an-Nawati diculik oleh Zionis-Israle dan tidak diketahui keberadaannya sejak tahun 1982, demikian lansir Al-Jazeera berbahasa Arab.
Berbagai cara sudah ditempuh oleh Syekh Mudzaffar dan keluarga demi mencari Mu’taz dan Muhib. Namun hingga hari ini, mereka hanya dapat berdo, kiranya Allah berkenan melindungi dan memberikan akhir yang baik berdua. Di mana mereka tidak lah keluar kecuali untuk menentang kemungkaran para musuh Allah.
Imam dan Qori
Tidak berkuliah bukan berarti berhenti belajar. Syeikh Mudzaffar tetap menyelesaikan hafalan Al-Qur’an nya dan mendapat Sanad Qiro’ah Sab’ah. Berkat hafalannya yang mutqin (kuat) dan suaranya yang merdu, Mentri Wakaf dan Urusan Agama akhirnya mengangkatnya menjadi Imam di Masjid Al Amin, Gaza.
Masjid tempatnya menjadi Imam dan Pengajar Al-Qur’an di depan Rumah Sakit as-Syifa, Gaza telah hancur oleh serangan udara Zionis-Israel pada Perang Furqon tahun 2008.
Pengabdiannya terhadap Kitabullah tidak terbatas di kampung halamannya. Pada tahun 2013, ia berkunjung ke Malaysia, dua tahun berikutnya secara berturut-turut ia bertandang ke Indonesia, menjadi Imam Shalat Tarawih selama bulan Ramadhan dalam profram Silaturrahim Ramadhan Imam-imam Palestina & Suriah ke Indonesia (SIRAMANMANIS), program perajut tali ukhuwah umat Islam Indonesia-Palestina.*/M R Utama