ISLAM adalah agama yang kompleks dan komprehensif dalam segala hal. Tak terkecuali masalah politik dan kepemimpinan, tentunya hal besar ini tidak luput dari perhatian Islam. Kendatipun ada segelintir kaum minoritas yang memisahkan antara agama dan Negara. Hal itu lumrah. Karena sunnah hidup melahirkan adanya perbedaan.
Dalam Islam masalah kepemimpinan dianggap masalah yang sangat penting sehingga para ulama membahas dengan mendetil dalam berbagai kitab Fiqh Siyasah. Untuk mengetahui sejauhmana konsep kepemimpinan yang ideal menurut Islam, kami mewawancarai H Mutiara Fahmi, Lc, MA, Dewan Musytasar Yayasan Abu Hasan Krueng Kalee di Pustaka Abu Hasan Krueng Kalee yang juga Ketua majelis syuyukh Pengurus Besar Himpunan Ulama Dayah Aceh.
“Ada capres yang sudah lama disetting, “jelas dosen politik Islam di UIN- Ar-Raniry ini. Inilah petikannya;
Bagaimana kriteria pemimpin yang ideal dalam persektif Islam?
Pemimpin yang ideal dalam pandangan Islam ada dua, pertama, syartul shihah (syarat legalitas) dan kedua, syartul kamal (syarat kesempurnaan). Syartul shihah ini wajib dipenuhi untuk adanya sebuah pemerintahan yang sah jika keadaan sebuah Negara dalam kedaan normal.
Kecuali kepemimpinan yang diraih dengan cara-cara yang tidak syar’i, seperti kudeta atau memberontak dan sebagainya. Jika demikian sudah berlaku hukum waliyul amri dharuri bi syaukah.
Adapun syartul shihah adalah sifat-sifat kepimimpinan yang utama dalam Islam;
Muslim, laki-laki, dibaiah, mampu menjaga agama dan kekayaan Negara, sehat fisik dan mental, suku Qurasy menurut sebagian ulama. Kenapa suku Qurasy? Menurut Ibnu Khaldun itu sifatnya kondisional, yang tidak baku berlaku untuk selamanya.
Lalu apa saja yang menjadi syartul kamal (syarat kesempurnaan)?
Syartul kamal adalah jujur, amanah, bertanggung jawab, berilmu dan berwawasan, tidak melakukan tindakan yang amoral dan tegas.
Namun Islam tidak mutlak berpaku kepada dua syarat di atas untuk menjadi seorang pemimpin yang ideal juga mempunyai visi misi yang jelas dan terukur untuk menjaga agama dan mensejahterakan rakyat. Sebagaimana konkritnya dijelaskan oleh Allah dalam Al-qur’an surah al-hajj ayat 41:
الَّذِينَ إِن مَّكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنكَرِ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ الْأُمُورِ
“ (yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.”
Berdasarkan ayat tadi, para ulama meyimpulkan, ada empat hal tujuan bernegara; mendirikan shalat, menunaikankan zakat, menyuruh yang ma’ruf serta mencegah yang munkar.*/oleh Mustafa Husen (Aceh), bersambung wawancara kedua