Sambungan wawancara PERTAMA
Penting Mengkaji Adab dan Fikih ikhtilaf
Muhammadiyah ikut dituduh Wahabi?
Stigma wahhabiyah saat ini dinisbahkan kepada gerakan dakwah yang dipelopori Syaikh Muhammad ibn Abd al-Wahhab, yang dikenal gerakan bercorak pemurnian Islam. Cirinya, pemurnian akidah berdasarkan pemahaman dan praktek keagamaan Salafus Shalih, dengan spirit besar “al-ruju’ ilal Qur’an wa al-Sunnah”. Muhammad ibn Abd Wahhab secara kongkret berhasil melakukan pemberantasan “paganisme” atau praktek keagamaan yang cenderung kepada syirik, , takhayyul, bid’ah, dan churafat. Sebagaimana Muhammadiyah dulu menyebutkan TBC.
Lalu apakah Muhammadiyah itu Wahhabi, hanya karena adanya persinggungan pada spirit pemurnian Islam, seperti pembasmian TBC tadi?
Bagi yang tidak suka atau salah paham tentang Muhammadiyah, isu dan tuduhan semacam ini selalu berulang didengungkan sesuai dengan konteks, dan juga kepentingan tertentu. Muhammadiyah sebagai gerakan yang telah berusia lebih dari satu abad, tentu dewasa dalam menghadapi keragaman, termasuk kepada yang menyudutkannya sekalipun.
Bahwa ada irisan dan kesamaan-kesamaan tertentu dengan yang lain, termasuk dengan gerakan pembaharuan dan pemurnian Islam dari dunia muslim lainnya, bagi Muhammadiyah itu merupakan suatu kewajaran dan lumrah saja.
Dalam konteks ini (al-ma’lum bi al-dlarurah min al-din), kami yakin umat Islam itu saling terkait dan terikat. Perbedaan semata-mata pada wilayah juziyat atau partikular.
Menurut Anda, bagaimana stigma wahabi dalam 5 tahun terakhir?
Tak dipungkiri bahwa isu wahhabiyah lebih bersifat politis ketimbang menjadi isu keagamaan, atau dakwah. Sebab banyak digunakan pihak-pihak tertentu sebagai amunisi untuk mendiskreditkan kelompok yang dianggap sebagai rival dan pesaingnya.

Menurut Anda, dampak stigma wahabi terhadap dakwah di Indonesia?
Dalam peperangan baru saat ini, proxy war, musuh-musuh Islam dan para kompradornya tak lagi takut dengan “Ayat-Ayat Qital/peperangan”. Justru solidaritas dan persatuan umat Islam yang menjadi momok sangat menakutkan. Dan mereka paranoid dengan itu. Cara termudah ialah pecah dari dalam, dan gunakan teori belah bambu, devideet impera. Dan ternyata ini sangat efektif. Sejarah mengajarkan seperti itu.
Karenanya kami menghimbau seluruh umat Islam, khususnya warga Muhammadiyah untuk tidak mudah tertipu dengan realitas semu yang dirancang bangun oleh kekuatan-kekuatan yang tak memiliki i’tikad baik di republik ini.
Bagaimana agar isu wahabi tidak lagi banyak memakan korban di masa depan?
Dibutuhkan ketulusan dan keteladanan dari para tokoh umat dalam membimbing umat ke arah kedamaian dan persatuan, serta jangan menjadikan isu atau stigma wahabi ini sebagai komoditas politik pragmatis.
Pemerintah harus adil dan transparan dalam memenej isu-isu keagamaan, dan jangan sampai terjebak pada satu kutub tertentu, apalagi menjadikannya sebagai komoditas ataupun kepentingan politik tertentu.
Bagaimana umat menyikapi ini?
Umat perlu bersikap lebih cerdas dalam menilai berbagai isu-isu yang disebarkan secara tidak bertanggungjawab oleh pihak-pihak tertentu yang phobi terhadap perjuangan dan persatuan umat Islam.
Dalam konteks ini, kami serukan kepada semua da’i dan muballigh untuk mengkonstruksi dakwah wasathiyah yang memberikan ruang apresiasi yang tinggi, tasamauh, toleran serta kritis terhadap berbagai perbedaan pandangan keagamaan, terlebih dalam bingkai khilafiyah-furu’iyah. Bahkan penting dikaji adab dan fikih ikhtilaf.*/Andi Ryansyah