HIDUP adalah pilihan, demikian pepatah mengatakan. Mau jadi “kerang mutiara” atau “kerang rebus”, juga pribadi masing-masing yang menentukan.
Begitulah gambaran hidup manusia, selalu ada pilihan. Dan Suwito (31 tahun), memilih hidup yang lebih berarti.
Warga Desa Sumbersari, Kecamatan Winong, Kabupaten Pati, Jawa Tengah ini merupakan penderita sakit lumpuh pada kedua kakinya. Tapi kini ia bisa menikmati hidup lebih mulia.
Derita yang dialami Suwito bermula dari insiden kecelakaan yang menimpanya. Saat itu ia sedang mengendarai sepeda motor dari Pati menuju Semarang, hendak malamar kerja ke salah satu perusahaan.
Sesampainya di perbatasan Kabupaten Demak-Semarang, kecelakaan tak bisa ia hindari. Sebuah truk dengan muatan pasir hitam datang berlawanan arah dalam keadaan oleng lalu menimpanya. Syukurnya, Suwito masih diberi kesempatan hidup dengan kondisi kaki tidak bisa berjalan.
“Saya bersyukur masih diberi kesempatan hidup oleh Allah dan ingin menjadi manusia baik yang bermanfaat,” ujar pria yang putri satu-satunya kini dirawat oleh kakek dan neneknya. Istrinya sudah meninggal sejak putrinya baru lahir.
Dalam keterbatasan fisik, pria kelahiran 19 Mei 1985 itu memiliki keberanian untuk hijrah dan mengubah hidupnya menjadi lebih bermakna.
Melalui ikhtiar dan keinginan kerasnya, Suwito kini beraktivitas menjadi penjaga toko buku dan kitab di Yayasan Griya Qur’an Pati, Jawa Tengah.
“Saya ingin hidup bisa memberi, meski keadaan saya seperti ini (lumpuh. Red),” ungkapnya.
“Yang Penting Halal”
Awalnya, Suwito tinggal di Semarang bersama sahabatnya. Namun karena keterbatasan waktu dan tenaga sahabatnya, akhirnya ia mencari alternatif kegiatan.
Ia pun mencoba menghubungi salah satu lembaga amil zakat nasional (laznas) untuk diberi kesempatan berperan dan beraktivitas.
“Kesibukan apa saja yang penting halal,” ujarnya kepada pengurus laznas tersebut.
Namun, Alhamdulillah, harapan Suwito kepada lembaga itu begitu direspon.
“Kami juga kaget ketika menerima telepon dari bapak ini, katanya minta bantuan dalam kondisi tidak bisa berjalan dan (kami) sempat bingung juga. Akhirnya kami temui dan kami sarankan untuk bergabung di Griya Qur’an,” ujar Muslim GM BMH Perwakilan Jawa Tengah kepada hidayatullah.com.
Akhirnya, dengan semangat pantang menyerah, Suwito pun bekerja sambil belajar mengaji di Pesantren Griya Qur’an. Selain itu, ia juga belajar menghafal al-Qur’an surat-surat pendek saat selesai bekerja.
Subhanallah, keterbatasan bukan sebuah alasan untuk berkarya dan belajar agama. Semangat dan spirit Suwito inilah yang perlu dijadikan cambuk untuk lebih gigih dalam bekerja memberikan nafkah dan keluarga.
Untuk diketahui, Toko Buku dan Kitab Yayasan Griya Qur’an merupakan salah satu unit usaha dari pesantren binaan BMH di Pati Jawa Tengah.
Unit usaha itu setidaknya bisa menyuplai kebutuhan belajar mengajar peserta didik, serta menjadi penopang kebutuhan santri dengan jumlah tak kurang dari 50 anak.*