Mantan penganut feminisme Na’imah B Robert, dulu anti-hijab, memutuskan bersyahadat dan masuk Islam setelah mengikuti sebuah festival musik di Mesir, kini justeru pakai niqab
Hidayatullah.com | NA’IMAH B Robert, seorang penulis buku dan motivator memutuskan masuk Islam setelah acara festival musik yang digelar di Mesir. Mantan aktivis feminis dulunya anti-hijab, kaget ketika mendengar jawaban seorang muslimah, ia bersyahadat dan justeru pakai niqab.
***
LAHIR di Inggris, dibesarkan di Zimbabwe Na’imah dibesarkan dari seorang ayah pemeluk ateis. Keluarga Robert pindah dari Inggris ke Ethiopia ketika ia berusia dua tahun, empat tahun kemudian pindah ke Zimbabwe untuk mengikuti pendidikan dasar formalnya.
Bersama adik laki-laki dan perempuannya, Robert tinggal di pinggiran ibu kota Harare. Selain mendalami budaya Zimbabwe, orang tua Robert menanamkan akar Afrika Selatan dan kesadaran politik yang kuat kepada anak-anaknya.
Ayahnya, Robert McLaren, dosen senior di Universitas Zimbabwe dan ibunya, Thembi McLaren, seorang pengusaha.
Ibunya seorang penganut Kristen seperti kebanyakan orang Afrika. Sedangkan ayahnya, seorang ateis. “Sebenarnya dia seorang Marxis dan tidak percaya pada Tuhan sama sekali, “ kata Na’mah menjelaskan keyakinan ayahnya.
Sejak kecil ia telah diperkenalkan ke gereja. Ia beberapa kali diajak ibunya ikut ibadah ke gereja.
Karena kedua orang tuanya bukanlah pemeluk agama yang baik, hal ini, menyebabkan Na’imah tumbuh tanpa percaya pada Tuhan.
Na’mah sendiri mengaku masih ragu keyakinannya. Bahkan kedua orang tuanya sendiri tidak bisa membuktikan apapun yang mengharuskan dirinya harus percaya tuhan dan harus ke gereja.
Sejak kedua orang tuanya tidak bisa meyakinkannya, sejak itu pula dia tidak kembali lagi ke gereja. Na’iman percaya kutipan dari Karl Marx “bahwa agama adalah candu masyarakat’.
“Itulah yang saya yakini ketika saya masuk sekolah menengah atas,” katanya.
Menjelang akhir sekolah menengah atas, ia ingat ada seorang guru yang memberitakan Injil kepadanya dan dia mengundangnya ke gerejanya. Ia menghadiri undangan itu dengan harapan ada keyakinan bisa mengisi hatinya.
mereka mulai bernyanyi saya suka bernyanyi jadi saya masuk ke dalamnya dan saya saya saya saya merasakan roh benar saya merasakannya
Setelah pendeta mengajak bernyanyi diiringi musik, pendeta bertanya, “Bagi siapa yang ingin diselamatkan, majulah ke sepan.”
Saat itu ia maju ke depan. Dan wow, dia merasakan semacam ada kekuatan.
“Mungkin salah satu pengalaman paling transenden dalam hidup saya,” ujarnya.
Meski demikian ia masih percaya bahwa ada Tuhan dan ada pencipta, makhluk yang lebih tinggi.
Pertanyaan-pertanyaan ini selalu menggelayut dalam hatinya.
“Mengapa saya di sini? Apakah ada kekuatan yang lebih tinggi?”
Usai lulus SMA dia kembali ke Inggris untuk melanjutkan studinya. Ia menjalani kehidupan remaja Barat sebagaimana biasa; pesta minuman keras, mendengarkan musik pop, dan membaca majalah mode.
Saat menjadi mahasiswa di Universitas London, ia berharap menjadi wanita karier yang sukses yang mungkin menikah dan memiliki anak di usia tiga puluhan.
Pertanyaan-pertanyaan tentang ketuhanan semasa anak-anak muncul kembali saat dia menginjak masa-masa kuliah.
Marah muslimah cantik kok ditutupi hijab
Saat tahun pertama di kampus, dia dikirim mewakili universitas untuk sebuah acara festival musik di Mesir. Ia kemudian berangkat ke Mesir sebagai musisi dan penyanyi amatir yang memainkan komposisi tradisional Zimbabwe.
Pertama kali datang di negeri itu, reaksi awal yang didapat adalah kesan terhadap wanita Muslim berhijab.
Saat itu ia “terkejut” ada seorang wanita Mesir yang sangat cantik tapi mengenakan hijab. Kesan pertama yang dia tangkap kala itu para Muslimah ini sedang ditindas.
“Saya merasa mereka ditindas, dan saya mengomel selama dua hari melihat fenomena ini, ” ujar Wanita yang sebelumnya penganut feminis radikal ini.
“Aku marah selama sekitar dua atau tiga hari. Aku marah karena tahu ketidakadilan ini, jadi mengapa mereka harus berpakaian seperti itu?,” tambah dia.
Suatu ketika dia pergi ke salah satu acara dan salah satu penyelenggaranya adalah seorang wanita berhijab. Saat itu itu dia penasaran mengapa wanita cantik ini memilih menutupi kecantikannya?
“Kami berbicara dan dia seperti adalah cahaya. Anda tahu dia adalah salah satu dari orang-orang yang ketika mereka tersenyum. Anda tahu Anda hanya melihat cahaya ini dari mereka dan saya berkata kepadanya kamu sangat cantik, mengapa kamu menutupi dirimu?”
Perempuan itu menjawab dengan santai; “Saya ingin dinilai berdasarkan apa yang saya katakan dan apa yang saya lakukan, bukan berdasarkan penampilan saya, “ begitu jawaban perempuan berhijab tadi dengan senyum.
Perkataannya benar-benar mengejutkannya. “Aku belum pernah mendengar jawaban seperti itu,” katanya.
Setelah percakapan mereka, Robert mulai gelisah. “Saya mulai berpikir tentang hidup saya, tentang citra diri saya sendiri dan bagaimana saya ingin tumbuh dan berkembang.”
Baginya, konsep seperti itu belum pernah ia bayangkan. Sejuta pertanyaan mampir di kepalanya, tentang alasan para muslimah harus menutupi kepalanya.
“Saya perlu menemukan keraguan tentang apa itu Islam, apakah agama ini yang membuat wanita ini begitu kuat, begitu aman, begitu percaya diri dan saya pikir ada sesuatu di sana (Islam, red) jadi saat itulah saya benar-benar memulai perjalanan saya,”ujarnya.
Mengapa mereka begitu yakin pada dirinya, begitu percaya diri, sehingga dia tidak memerlukan penilaian apapun dari orang lain?
“Jutaan Wanita (muslim) melakukan ini, ujarnya.
Tiba-tiba ia ingin mencari tahu lebih jauh. Dan sungguh dari situlah semua dimulai, katanya.
Na’imah mengucapkan syahadat
Usai acara festival musik, ia mencari-cari informasi tentang Islam. Ia membaca buku, membaca terjemahan Al-Quran, agar tahu apa itu Islam?
Selain membaca buku-buku Islam, dia mulai banyak bergaul dengan orang-orang Islam untuk menemukan jawabannya.
Enam bulan setelah melakukan ini, ia akhirnya menyatakan ingin memeluk Islam. ”Saya mengucapkan syahadat, saya sudah mulai berubah jadi setelah saya kembali dari Mesir,”ujarnya.
Sejak menyatakan diri melekuk Islam, ia mulai menutupi rambutnya, berpakaian menutup aurat, ia juga langsung berhenti di acara pesta-pesta, dan semua kegiatan haram lainnya.
“Saya berhenti minum (Miras, red), berhenti makan daging babi,” katanya, menjelaskan bahwa cara hidup islami ini, ternyata sangat masuk akal.
Begitu telah menyatakan syahadat, saat itu juga orang-orang di sekitarnya tidak menerima. Baik keluarga, dan teman-teman ayahnya saya sangat terkejut dan kesal.
Menurut mereka, Na’imah hanya membuang waktu dan hidupnya secara sia-sia. “Mengapa kamu membatasi diri, mengapa kamu ikuti semua aturan ini?” demikian kira-kira pertanyaan-pertanyaan keluarganya akan keputusannya memeluk Islam.
Akhirnya untuk sementara waktu, ia menghindar dari keluarganya. Setelah sekitar dua tahun, hubungan dengan keluarganya akhirnya kembali baik.
“Alhamdulillah, saat ini ayahku adalah pendukung yang hebat, masya Allah, “ ujarnya.
Na’imah memutuskan pakai jilbab
Setelah mengenakan hijab, hidupnya menjadi terbalik. Ia merasa sangat sangat nyaman ditutupi, sebaliknya mereka tidak nyaman dibuka.
Dia ingat, suatu saat dirinya sedang berada di kereta dan sedang mengenakan jilbab besar dan Abaya. Beberapa pria menatapnya. Meski telah mengenakan penutup aurat, ia merasa tetap tidak nyaman diperhatikan lawan jenis seperti itu.
Sebelum mengenal Islam, ia berfikir, Islam ini untuk orang Arab. Islam juga untuk orang Asia.
Baginya tidak cocok memakai hidup cara orang Arab atau Asia. “Saya bukan orang Arab, saya bukan orang Asia, saya orang Afrika, “ ujarnya mengenang.
Sekarang, setelah memeluk Islam, hijab adalah bagian darinya, dan dia mengaku nyaman dengan identitas Islam, sebagaimana kaum Muslim lain.
Menjadi ibu tunggal
Setelah 15 tahun pernikahan, suaminya dipanggal Allah Swt, menjadikan dirinya harus bertanggung jawab penuh atas kelima anak-anaknya dan perusahaan mendiang suaminya.
Seluruh poros dunianya berubah. Tiba-tiba, ia menjadi janda, ibu tunggal, sekaligus seorang CEO.
Namun, melalui keyakinannya pada rencana Allah untuknya, keputusan itu diterima dengan rasa syukur. Alhamdulillah, ia mampu bangkit dari tragedi itu dan tampil berbeda: lebih hadir, lebih percaya diri, lebih kuat, lebih bersyukur dari sebelumnya.
Menulis banyak buku Islam dan motivator
Na’ima B. Robert meraih gelar sarjana dari Universitas London. Setelah bekerja di bidang pemasaran, seni pertunjukan, dan pengajaran, ia sekarang menjadi penulis pemenang penghargaan dan Pemimpin Redaksi SISTERS, sebuah majalah untuk wanita Muslim.
Tulisan-tulisannya banyak diterbitkan The Observer, The Times, dan merupakan kontributor tetap untuk bagian Iman The Times Online. Hingga saat ini, Nai’am telah menerbitkan tiga puluh buku, termasuk buku bergambar untuk anak-anak.
Banyak di antaranya digunakan dalam lingkungan dua bahasa dan diterbitkan dalam hingga 31 bahasa, termasuk Tamil, Kurdi, Portugis, Jepang, Rusia, Yoruba, Ceko, Arab, Polandia, China, Urdu, Panjabi, Prancis, Swahili, dan Farisi.
Salah satu bukunya Journey Through Islamic Arts dianugerahi Penghargaan WOW! dari Asosiasi Literasi Nasional Inggris untuk buku “Anak-anak Terbaik”.
Setelah kesuksesan otobiografinya, From My Sisters’ Lips, Robert mulai menulis fiksi Islam dewasa muda (YA). Novel YA pertamanya, From Somalia, With Love terinspirasi oleh liburan akhir pekan bersama sekelompok pemuda Somalia, yang diatur oleh Somali Integration Team.
From Somalia, With Love adalah salah satu dari sedikit novel yang tersedia dengan karakter dan subjek Muslim Somalia. Novel ini dimasukkan dalam paket sekolah Hari Buku Sedunia 2009 dan masuk dalam daftar panjang Penghargaan Asosiasi Literasi Inggris Raya.
Novel kedua Robert, Boy vs. Girl, menantang stereotip umum tentang Muslim muda di Inggris dan menampilkan penampilan singkat seniman grafiti Islam Urban Muhammed ‘Aerosol Arabic’ Ali.
Buku ketiga Robert, Far From Home, adalah novel fiksi sejarah yang berlatar di Zimbabwe dan ditampilkan dalam Festival Cerita Pop-Up 2011 di London. Hingga saat ini dia telah menulis 30 buku Islam.
“Saya seorang penulis, pemenang penghargaan yang telah menulis hampir 30 buku untuk anak-anak, remaja, dan orang dewasa atau juga pembicara internasional dan pelatihan menulis buku yang membantu wanita Muslim untuk menyebarkan cerita, pesan, dan pengetahuan mereka ke dunia, untuk menciptakan warisan bagi diri mereka sendiri dan keluarga mereka, insyaallah,” katanya.*