MUSIM semi di depan mata, dan inilah saatnya bagi Adli Ebied dan Mansur al-Qerem membeli sepasang sepatu baru. Mereka turun dari motor di luar salah satu toko sepatu lokal di Gaza, masuk ke dalam toko dengan dibantu tongkat ketiak mereka, dan mulai mencoba berbagai model sepatu terkini.
Tidak lama bagi mereka membeli sepasang sepatu yang mana biayanya mereka bagi dua. Yang satu mengambil yang kanan, sedang satunya memakai yang sebelah kiri.
Adli, 24 tahun, dan Mansour, 26 tahun, memiliki satu kedekatan spesial yang sama: keduanya kehilangan kaki dalam serangan Israel di Gaza pada tahun 2011.
Meskipun mereka tidak bersama ketika keduanya mengalami luka yang menyebabkan kehilangan kaki mereka, sejak dalam proses pemulihan di rumah sakit dan selama rehabilitasi, persahabatan mereka telah berkembang menjadi sebuah ikatan yang unik. Hari demi hari mereka mendapatkan kekuatan satu sama lain dan berbagi rasa syukur hanya karena mereka masih diberi nikmat hidup.
Untungnya, dua sahabat ini mempunyai selera yang sama dalam sepatu, sehingga membeli sepasang sepatu baru menjadi tugas yang menarik bagi mereka berdua. Hal ini tentu jadi masalah kalau bicara ukuran sepatu, namun keduanya bahkan memiliki ukuran sepatu yang sama – tambahan bonus.
Meskipun keadaan Gaza yang menantang, mereka menikmati makan-makan, belanja, bersantai, menjalankan tugas dan mengendarai sepeda motor mereka bersama-sama.
Meskipun dari latar belakang ekonomi yang berbeda, persahabatan mereka mulai di sekolah, berlanjut hingga dewasa dan sekarang menjadi lebih kuat dari sebelumnya karena keadaan serupa yang diberikan oleh hidup kepada mereka.
“Sebuah momen yang tepat untuk merasakan persahabatan sejati bisa saja terjadi di satu toko sepatu, di mana Mansour dan saya langsung setuju pada selera dan jenis sepatu yang sama,” ujar Adli kepada middleeasteye.net, Senin (22/02/2016) lalu.
Seperti kebanyakan pemuda lainnya, Adli dan Mansour penuh dengan energi, meski kehilangan kaki karena cedera keduanya telah permanen. Tapi semangat yang tinggi dan rasa humor mereka membuat siapa saja hampir tidak melihat tantangan fisik yang ada pada mereka.
Masing-masing dari keduanya telah belajar untuk hidup dalam versi baru dari diri mereka sendiri yang telah kehilangan satu anggota tubuh, satu mengandalkan kaki kirinya dan lainnya di sebelah kanannya. Mungkin dengan keadaan seperti ini, mendapatkan tantangan secara fisik menyebabkan mereka tidak aktif atau merasa tidak percaya diri dalam menghadapi hidup dalam aktifitas sehari-hari, tapi tidak bagi dua sahabat ini.
Mereka masih saja pergi berbelanja, duduk-duduk di taman Gaza, berjalan di sepanjang pantai dan menaiki sepeda motor bersama-sama secara rutin.

Persahabatan memudahkan mereka berdua melupakan bahwa keduanya telah kehilangan kaki. “Kakiku yang lain ada di sana,” tersenyum Adli, menunjuk ke Mansour. Mansour tersenyum kembali, menanggapi: “Ya, dan itu kaki saya yang lain (menunjuk ke Adli) dan saya bahkan tidak bisa membayangkan ke mana-mana tanpa itu, atau tanpa Adli.”
“Persahabatan kami menjadi lebih kuat setelah sakit yang kami rasakan bersama,” kata Mansour, dengan senyum lebar.
“Bersama, kami jauh lebih baik dari sebelum kami terluka,” kata Adli.
Adli dan Mansour keduanya tinggal di Shejayeh, barat kota Gaza, daerah yang diserang selama perang Israel terakhir di daerah yang diblokade. Keduanya suka berjalan melewati pemancingan Gaza dari ujung pagar perbatasan timur dengan Israel sampai ke daerah pelabuhan di ujung barat.
“Kami sama seperti orang lain. Kami melakukan kegiatan sehari-hari dan tak sehari pun berlalu tanpa kita habiskan bersama, “kata Mansour.* (BERSAMBUNG) hal 2