Hidayatullah.com | ’’INNALILLAHI wainnailaihi rajiun’’…
Ucapku lirih. Ketika membaca pesan singkat yang masuk ke handphone. Apalagi ketika giliran melihat gambar yang dikirim. Ah. Rasanya tidak kuasa memandang. Air mata terus bercucur. Tak kuasa ditahan. Tak kuat berdiri. Aku pun ambruk. Duduk tersimpuh.
“Kakak Wahyudi meninggal.”
Itulah bunyi pesan singkat itu. Yang kedatangannya bak halilintar di siang bolong. Terasa tiba-tiba. Mengagetkan. Saking tidak percayanya. Tapi foto itu. Benar-benar menyadarkan bahwa ia memang sudah tiada. Telah terbujur kaku. Terbungkus kain kafan. Sebagaimana gambar yang aku terima.
Wahyuda bin ihsan adalah salah satu mahasiswa baru di Sekolah Tinggi Ilmu Bahasa Arab (STIBA) Makassar, Sulawesi Selatan. Ia merupakan senior saya, ketika dulu masih mengenyam pendidikan di salah satu pondok tahfizh di Bogor, Jawa Barat. Ia telah hafal al-Qur’an 30 juz. Jadi, hubungan kami cukup akrab.
Selain terkenal sebagai sosok yang baik hati. ia juga merupakan pelajar rajin. Kemampuan dalam menghafal 30 juz al-Qur’an adalah buktinya. Hal lain yang melekat pada dirinya, ia memiliki suara emas. Indah. Kalau sudah bertilawah al-Qur’an, semua yang mendengar akan terhanyut dengan kemerduan suaranya.
Terakhir kali bertemu dengannya tahun 2018 silam. Ketika itu aku sedang me-murajaah hafalan di salah satu pojok masjid di Pondok Pesantren Hidayatullah Bogor. Ketika itu sayup-sayup aku mendengar suara dari seseorang yang sangat kukenal.
Setelah kuhadapkan wajah ke arah asal suara. Oh, benar. Ia adalah Wahyuda. Setelah saling melepas kangen dan mengobrol beberapa saat. Ia meminta untuk disimak hafalannya.
“Boleh minta tolong simakkan hafalan saya?’’ pintanya.
“Oh, ya. siap!“ jawabku dengan senang hati.
Tak disangka. Ternyata itu menjadi pertemuan terakhir dengan pribadi yang sangat kukagumi itu. ia meninggal dunia tertabrak truk pengangkut sampah, sepulang dari berbuka puasa. Sungguh meninggal dalam kondisi yang sangat indah. Insya Allah.
Baca: Muallaf Meninggal Dunia 10 Jam Setelah Baru Masuk Islam, Diziarahi 700 Orang
Kesaksian-Kesaksian
Ada kejadian menarik, selepas kepergian Wahyuda. Ketika itu, seorang kakak sepupunya tengah membersihkan barang-barang peninggalannya. Termasuk sebuah koper. Maka dibukalah koper itu, guna mengecek isi-isi di dalamnya.
Ketika telah memeriksa satu per satu benda. Tiba-tiba sang sepupu itu pun tertegun, saat tangannya menyambar satu kain. Warnanya putih. Bersih. Panjangnya berkisar 2 meteran. Setelah diamati secara seksama. Oh. Ternyata itu kain kafan. Subhanallah.
Selidik punya selidik. Ternyata Wahyuda sudah lama menyiapkan kain kafan itu. Dan terus disimpan di koper.
Terkait dengan kejadian itu. Seorang temannya memberi kesaksian. Suatu hari, ia mendapati Yuda, sapaannya, menyimpan kain kafan di dalam kopernya. Lantas sang teman itu mencoba memberanikan diri untuk bertanya perihal itu.
“Akhi (saudaraku), mengapa antum (kamu) menyimpan peralatan mayat ini di kopor antum?” tanyanya.
Jawaban yang diberikan kepada teman itu, pun sangat menggetarkan hati;
“Aku, menyimpannya, agar ketika aku membuka koper, aku lantas teringat kepada kematian. Dengan cara ini aku akan takut berbuat maksiat kepada Allah!” jawabnya.
Soal tabrakan yang merenggut nyawanya. Salah seorang saksi mata bersaksi, sebagaimana dikutip salah satu media online lokal. Bahwa ia melihat suatu keajaiban pada peristiwa kecelekaan tersebut.
’’Saat kejadian di Jl Tumangga Makassar. Tadi kami melihat keajaiban. Posisi korban (Wahyuda) sempat tertindas dan terseret truk sampai lebih dari 5 meter, dengan posisi kepala dan dadanya terus terinjak ban truk, dengan kecepatan lumayan kencang,” kisahnya.
“Prediksi saya,” sambungnya, “Kepala dan dadanya sudah hancur. Tapi setelah helm dibuka, tidak ada kelihatan bekas luka kecuali hanya memar di pipinya saja. Dan di saat helm dibuka, almarhum nampak tersenyum, seakan tidak merasakan sedikit pun rasa sakit.”
Kini sahabatku itu telah pergi. Semoga Allah menempatkannya di tempat terbaik di sisi-Nya. Dan semoga, kita yang masih diberi kesempatan hidup hingga sekarang ini, Allah pun akan panggil kita, dalam keadaan husnul khatimah. Aamiin.* Izzatul Hibri (Mahasiswa STAI Luqman al-Hakim/Anggota PENA Gresik)