Hidayatullah.com–Sebelum Ramadhan tiba, Syeikh Adnan Hasan Al hafidz kedatangan aktivis Palestina di kediamanya di Suriah. Imam tetap Masjid Al Husein Suriah, sebuah masjid yang banyak digunakan para pengungsi Palestina ini ditawari menjadi imam terawih di Indonesia. Tanpa pikir panjang, tawaran itu langsung disambarnya.
“Sungguh kebahagiaan bagi saya bisa berdakwah di Indonesia. Menjadi imam dan mengajar al Quran,” kata syeikh yang berusa 51 tahun ini kepada hidayatullah.com usai menjadi imam shalat subuh di Masjid Aqshal Madinah Pesantren Hidayatullah, Surabaya Ahad (14/8/2011).
Adnan sendiri mengaku selama ini belum pernah pergi ke luar negeri, termasuk Indonesia. Selama ini ia hanya tinggal di Suriah. Selain menjadi imam masjid ia juga sibuk sebagai insiyur di sebuah perusahaan milik pemerintah. Kedatanganya ke Indonesia adalah pertama kalinya.
Ketika tahu Adnan hendak berdakwah ke Indonesia, keluarganya dengan senang hati mengizinkan. Padahal, tahun sebelumnya Adnan selalu menghabiskan waktu puasa bareng dengan keluarga.
“Keluargaku menginzinkan. Dia bilang, Allah lebih berhak dari pada keluargamu. Pergilah, dan Allah bersamamu!” terang Adnan menirukan perkataan istrinya, Fatimah Muhammad Hasan.
Fatimah adalah putri bibinya yang ia nikahi. Dari pernikahan itu ia dikarunia delapan anak: empat laki-laki dan empat perempuan. Salah satu dari mereka kini sudah ada yang bekerja sebagai dokter ahli bedah tulang di Suriah.
Adnan pun sangat tersentuh. Meski dakwah jauh ke luar negeri untuk pertama kalinya, tapi keluarganya begitu mendukungnya dan tidak khawatir sedikit pun. Bahkan, kata Adnan, ketika ia hendak berangkat, istri dan keluarganya memeluk dan menciumnya.
“Mereka begitu mendukung dakwah saya,” terang pria yang akrab disapa Syeikh Adnan ini.
Kagum Indonesia
Indonesia bagi alumnus Mahad Muhanndisi Suriah ini sudah tidak asing lagi di telinga. Kesohoran Indonesia dengan jumlah umat Islam terbanyak dan alamnya yang indah sudah lama ia dengar. Itu ia buktikan ketika pertama kali menginjakkan kaki di Indonesia.
Kata Adnan, meski keindahan dan kenikmatanya surga tidak bisa dilihat oleh mata, dirasakan oleh hati, dan tidak terlintas oleh akal, tapi setidaknya ada sedikit gambaran. Seperti pepohonan yang rindang, sungai yang mengalir, dan banyak buah-buahan.
“Almanazirul fi Indonesia jamilah jiddan. Kastirun minal asyjar. Hazihi kaqit’atin minal jannah. (Pemandangan di Indonesia indah, banyak pepohonan. Seperti potongan surga),” tuturnya takjub.
Tidak hanya itu, yang membuat lelaki murah senyum ini betah tinggal di negara yang terletak di garis katulistiwa ini adalah keramahan masyarakatnya. Selain murah senyum, orang Indonesia juga ramah dan suka menyapa.
“Mereka begitu akrab,” terangnya.
Iapun terkesima dengan semangat santri dan para ustadz Pesantren Hidayatullah dalam belajar dan menghafal al Quran. Menurutnya, hal itu adalah nikmat yang harus dijaga. Sebab, hanya mempelajari al Quran-lah izzah Islam akan hadir.
Adnan sendiri tinggal selama sekitar sepekan di pesantren yang terletak di Kejawan Putih, Surabaya ini. Ia menjadi imam shalat lima waktu dan tahajud. Ia juga mengajar al-Quran dan cara tahfidz (menghafal) yang efektif. Selain itu, ia juga juga menjadi imam terawih di beberapa masjid: Masjid Manarul Ilmi (Kampus ITS Surabaya), Masjid Nuruzzaman (Kampus Unair) dan Masjid Mujahidin, Perak Surabaya.
Menurutnya, Indonesia bisa menjadi kekuatan besar Islam. Bahkan bisa mengalahkan Amerika. Sebab, selain jumlah umat Islamnya terbesar juga sumber daya alam yang dimiliki melimpah.
“Tapi itu kalau umat Islamnya betul-betul berkualitas. Tidak hanya dari segi Islamnya, tapi juga ekonomi, politik, sosial dan sebagainya,” harapnya.
Ia pun ingin tinggal lebih lama di Indonesia dan membawa keluarganya untuk bersama-sama umat Islam di sini.*