HIDANGAN kurma dan teh hangat tersaji di lantai kayu sebuah rumah panggung. Duduk mengitarinya seorang pria dan sepasang suami-istri sambil lesehan. Mereka bertiga sedang menanti waktu berbuka puasa untuk wilayah Gunung Tembak, Kota Balikpapan, Kalimantan Timur (Kaltim).
Layaknya orang yang berpuasa, mereka seakan tak sabar membasahi tenggorokan dan mengisi lambung yang kosong sejak Shubuh. Momen berbuka puasa memang sangat menggembirakan bagi umat Islam yang menjalankannya.
Namun, Kamis, 5 Ramadhan 1435 H itu, kebahagiaan keluarga sederhana ini terusik. Begitu hendak menikmati bukaan puasa, tahu-tahu, “Pyet!”. Lampu mati. Gelap gulitalah keadaan. Kesabaran Quddus dan kedua orangtuanya, Ustadz Abdul Karim Bonggo-Armila pada senja jelang malam itu diuji.
“Saat gelap itu, saya mau panasin sambal. Kebetulan nggak ada istri, lagi pulang kampung, jadi saya yang kerjakan. (Lalu saya) sibuk mencari lilin untuk penerangan,” tutur Quddus saat berbagi cerita kepada hidayatullah.com pada malam harinya.
Usai menyantap sebiji kurma dan teh hangat, Quddus bergegas menuju Masjid ar-Riyadh. Begitu keluar rumah, ia mendapati kawasan di sekitarnya juga tanpa penerangan. Beruntung, masjid tempatnya shalat Maghrib berjamaah tetap terang karena menggunakan generator set (genset). Sementara di rumahnya, bapak-ibunya beribadah sambil gelap-gelapan. Saat itu, Abdul Karim Bonggo tengah dirundung musibah.
“Beliau sakit komplikasi, jadi nggak ke masjid. Kadang bisa ke masjid,” ungkap Quddus.
Ramadhan Diuji Listrik
Hari itu, Gunung Tembak tengah kena giliran pemadaman listrik oleh PLN. Bukan cuma itu. Selama hampir sepekan Ramadhan tahun ini, umat Islam di Balikpapan mendapat ujian dengan seringnya listrik padam.
Akibatnya, selain menjalani puasa Ramadhan, warga Kota Minyak juga sering puasa dari penggunaan listrik. Pada Kamis (3/7/2014) itu saja, kawasan Gunung Tembak, Kelurahan Teritip, Kecamatan Balikpapan Timur sudah mengalami pemadaman listrik hampir sehari-semalam.
Menurut Quddus, pemadaman listrik terjadi tidak menentu sepanjang pagi hingga Kamis malam (Jumat, 6 Ramadhan 1435 H. Sekadar catatan, perhitungan waktu Hijriyah dimulai sejak Maghrib).
“(Listrik padam) sejak jam 10 pagi. Menyala waktu buka (puasa). Habis itu mati lagi sampai Isya’. Tapi barusan nyala. Alhamdulillah, sekarang mati lampu lagi. Kayak minum obat, sehari tiga kali,” ungkap Quddus sambil berguyon saat dihubungi hidayatullah.com
Tak ayal, kondisi tersebut dirasa sangat mengganggu aktifitas ibadah Ramadhan dan keseharian warga Balikpapan yang terkena pemadaman listrik.
“Mau mengaji susah. HP, laptop lowbat (baterai lemah. Red). Sementara saya mau buat laporan validasi,” keluh Quddus, yang juga seorang guru di pelosok Teritip ini.
Ia pun mengaku, selama lima hari Ramadhan ini, sudah dua kali menjalani sahur dan berbuka puasa dalam kondisi nyaris gelap-gulita, hanya ditemani lampu lilin.
“(Pada) sahur pertama dan buka puasa hari ini (Kamis). Pas mau buka (puasa), nyala (lampu). Sementara buka, mati lagi sampai masuk Isya. Sempat nyala sebentar, abis itu mati lagi sampai jam 22.30 WITA. Alhamdulillah, sekarang udah nyala,” ungkapnya sekitar pukul 23.00 WITA.

Berdasarkan pantauan media ini, banyak warga Teritip yang melontarkan keluhan-keluhannya melalui jejaring sosial, baik BBM maupun Twitter. Sebagian besar mereka menyalahkan PT PLN (Perseor) atas pemadaman tersebut. Seperti dilontarkan Fajar, mahasiswa UIN Yogyakarta yang sedang berlibur di kampungnya, Blukus, Teritip.
“PLN lagi nguji kesabaran (saat) Ramadhan,” keluhnya melalui status BBM.
Keluhan senada dilontarkan Muhammad Sayyaf. “PLN jangan mancing emosinya orang yang senang ibadah,” tulis lajang yang juga tinggal di Teritip ini.
Kamis malam itu, saat berjalan ke kawasan Manggar, sekitar 9 kilometer dari Teritip menuju pusat kota, Sayyaf mendapati sejumlah petugas PLN tengah memperbaiki sebuah gardu listrik.
“Tadi di Teritip ada yang diperbaiki, ada gardu yang rusak. Kurang lebih lima orang (petugas PLN) yang saya lihat,” ungkap Sayyaf saat dikonfirmasi sekitar pukul 22.04 WITA.
Listrik Padam, Ibadah Tak Padam
Selain kawasan pinggiran Balikpapan, di pusat kota juga sering terjadi pemadaman listrik selama Ramadhan ini. Seperti diakui Abdul Rasyid, warga Perumahan Citra Bukit Indah (dulu Bukit Damai Indah), Kecamatan Balikpapan Selatan.
“Sudah tiga kali kayaknya (listrik padam). Hari ini (Kamis) nggak, kemarin iya,” ujar Rasyid, yang juga mengaku terganggu oleh pemadaman listrik.
Namun saat di masjid, katanya, pemadaman listrik tidak begitu mempengaruhi ibadah Ramadhan. Sebab masjid menggunakan genset.
“Tapi kalau di rumah kan paling ngaji yah. Kalau malam belum pernah mati lampu. Paling pagi sampai siang, siang sampai sore. Alhamdulillah, kalau siang kan nggak terlalu ganggu, soalnya nggak gelap. Kalau ana (saya) dah biasa, mati lampu di Yaman lebih parah,” ungkap mahasiswa Al-Iman University, San’aa, Yaman yang juga lagi pulang kampung ini.
Di Kecamatan Balikpapan Selatan, kondisi serupa juga terjadi. Jailani, warga setempat, mengungkap, pemadaman listrik terjadi sejak pagi hingga pukul 16.00 WITA. “Dan hal (pemadaman) ini setiap hari,” terang warga Kebun Sayur, Kelurahan Margomulyo ini kepada hidayatullah.com.
Meski begitu, Jailani merasa aktifitas ibadahnya tidak begitu terganggu dengan kondisi tersebut. “Saya ibadah nggak tergantung pemadaman listrik,” ujar pria yang juga pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Balikpapan ini.
Beberapa saat kemudian, Jumat (4/7/2014) dinihari, Jailani mengirim pesan WhatsApp kepada hidayatullah.com.
“Mati lampu di wilayah Gunung Satu, Kelurahan Margomulyo, Balikpapan. Padahal saat ini saya sedang ibadah lail Ramadhan. Tapi itulah kondisinya,” lapornya.
Sudah lumrah jika Balikpapan dan kota sekitarnya di Kaltim sering mengalami pemadaman listrik oleh PLN. Saat menyambangi Balikpapan pada Juni lalu, media ini juga sempat menikmati tidak nyamannya bergelap-gulita di Kota Beriman. Pun, pada Ramadhan tahun lalu, pemadaman listrik seringkali terjadi.
Muhammad Azwar, pekerja tambang yang juga tinggal di Gunung Tembak, mengaku hanya bisa pasrah dengan kondisi tersebut. “Ya mau diapain. Nggak selamanya PLN sehat, sama seperti kita (manusia. Red). So, nikmatin aja,” ujarnya.
Sementara Rasyid berharap, ke depan PLN paling tidak bisa mengurangi durasi pemadaman listrik.
“Ini Balikpapan loh, banyak minyak dan batu baranya. Masa mati lampu sering begini ya?!” ujarnya.
“Harapannya sudah pasti janganlah di Balikpapan ini ada pemadaman listrik secara bergilir. Apalagi kita tahu, Balikpapan ini Kota Minyak,” tambah Quddus menyampaikan aspirasinya sebagai masyarakat biasa.*