Sambungan artikel PERTAMA
Menjadi Muslim di Kuba
Hubungan antara budaya Timur Tengah dan Kuba berabad-abad lalu.
Muslim keturunan campuran Berber dan Arab dari Andalusia dibawa sebagai budak oleh para penguasa Spanyol, yang tercatat mulanya pada tahun 1593.
Selama berabad-abad kemudian, baik pedagang Muslim maupun Kristen dari Timur Tengah tertarik dengan Kuba dikarenakan kekayaan yang dihasilkan perdagangan gula. Banyak yang tinggal, kebanyakan di Havana atau sekitar Santiago de Cuba, kota terbesar kedua yang terletak di timur jauh pulau itu. Banyak imigran Arab di Kuba, baik Muslim maupun Kristen, meninggalkan agama mereka saat itu.
Budaya Kuba hari ini selalu menimbulkan tantangan bagi penganut Islam negara itu. Rum merupakan salah satu barang pokok yang dijual di kafe. Dan merupakan minuman populer, paling tidak karena harganya jauh lebih murah daripada minuman ringan. Sedangkan daging babi secara luas digunakan dalam makanan-makanan Kuba – daging yang dipilih setiap perayaan. Supermarket-supermarket di Kuba baru-baru ini mulai mengimpor daging ayam halal dari Brazil, yang sulit dijangkau (karena mahal) orang kebanyakan penduduk Kuba. Pakaian, seperti dishdasha atau kopyah, hanya didapat dari negara lain atau merupakan pemberian dari Muslim asing.
“Banyak saudara Muslim dari negara lain mengatakan padaku bahwa kami Muslim Kuba merupakan Muslim yang sebenarnya, karena di sini lebih sulit menjalankannya daripada di negara di mana banyak orang berbagi keyakinan dan praktik yang sama,”ujar Haji Isa.
Hassan berjuang keras pada awalnya.
“Makanan merupakan hal yang sulit, karena semuanya dilarang. Daging yang paling banyak kita makan ialah daging babi, yang dilarang (haram) … dan sangat banyak godaan di jalan. Sejujurnya, ini hal yang agak sulit, tetapi Allah memberikanmu kekuatan untuk melewati itu,” kata dia.
“Saya sangat bahagia berada di rumahku, Saya pendiam. Saya tidak banyak keluar,” kata Shabana.
“Saya keluar jika saya ingin mencari sesuatu, atau pergi ke dokter, tetapi bukan karena saya ingin berada di jalan,” katanya.
Persepsi tentang Islam
Pemeluk agama Islam di Kuba juga menghadapi tantangan yang berasal dari kurangnya pengertian masyarakat Kuba tentang Islam.
Pemberitaan media tentang serangan teroris dan konflik di Timur Tengah telah membentuk persepsi banyak orang di Kuba tentang agama itu.
Hal ini yang ingin Haji Jamal rubah.
Dia mencari nafkah dengan bekerja sebagai supir taksi di Santiago. Seperti banyak mualaf Kuba, dia dibesarkan dalam agama Kristen
“Saya dulunya merupakan anggota gereja Baptist. Saya tahu banyak tentang Kristen, tetapi saya tidak pernah mengerti tentang Trinitas Suci. Kemudian saya bertemu dengan seorang Muslim Kuba yang telah menjadi Muslim selama bertahun-tahun, dan mulai berbicara tentang Islam dengannya. Dia memberiku sebuah al-Quran dan mengatakan, ‘Baca ini’. Membutuhkan waktu bagiku membacanya, tetapi akhirnya aku membacanya dan melihat hal yang logis di dalamnya, terlihat sangat jujur, sangat nyata dan itulah yang membuatku tertarik dengan Islam.”
Jamal masuk Islam pada 2009.
Ibu Jamal, terkejut dengan keputusannya. Awalnya, ibunya mengusirnya dari rumah, tetapi sikapnya melunak setelah itu, membolehkan dia tinggal selama teman Muslimnya tidak datang ke rumah. Ketika ibunya melihat Jamal dan teman-temannya berdiri di bawah terik matahari tepat di depan rumah, dia merasa tidak tega. Ibunya saat ini lebih terbuka pada teman-teman Jamal, dan terkadang mengajak mereka makan bersama.
“Dia masih tidak menerima Islam, tetapi bagi Muslim yang dia kenal, dia menerima mereka, menyiapkan makanan untuk mereka, semuanya,” kata Jamal.
Jamal merupakan contoh informal masyarakat Muslim Santiago yang terdiri dari 30 warga asli Kuba dan 90 warga asing. Dia bekerja dengan pemerintah, yang kehadirannya seluas 70 persen dari populasi pekerja yang bekerja untuk pemerintah, untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang Islam.
“Kami sedang mencoba untuk memberikan contoh terbaik tentang Islam, pada saat di mana terdapat banyak pesan negatif tentang itu di media. Orang-orang menyamaratakan, berpikir, ‘Jika kamu Muslim, kamu pasti teroris’.”
Dia mengatakan, “Banyak menjelekkan gambaran tentang Islam. Islam itu damai. Jadi itulah pesan yang kami ambil. Bukan karena kami mengharap orang-orang untuk masuk agama Islam, tetapi agar mereka dapat hidup nyaman bersama Muslim.”
Jamal mengatakan kebebasan beragama dihargai di bahwa undang-undang Kuba.
“[Masalah terjadi] biasanya dari otoritas di tempat kecil yang mengartikan undang-undang dengan cara mereka sendiri. Padahal undang-undang itu sendiri jelas – orang tidak bisa didiskriminasi karena ras, agama, atau warna,” kata dia.
Beberapa wanita Muslim Kuba yang menggenakan hijab telah menghadapi diskriminasi dari otoritas di tempat mereka bekerja atau di universitas. Menurut Isa, situasi seperti itu biasanya diselesaikan melalui diskusi dan penjelasan tentang apakah itu Islam.*/Nashirul Haq (bersambung)