Hidayatullah.com— Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkap empat perilaku berisiko utama yang mengancam kesehatan remaja Indonesia, berdasarkan hasil Global School-Based Student Health Survey (GSHS) tahun 2023.
Perilaku tersebut mencakup gangguan kesehatan mental, konsumsi tembakau (termasuk rokok elektrik), pola makan tidak sehat, dan aktivitas seksual pranikah. Temuan ini disampaikan dalam webinar Pusat Riset Kesehatan Masyarakat dan Gizi BRIN pada 17 Juni 2025 lalu.
Survei GSHS merupakan survei global yang diinisiasi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk memantau perilaku dan faktor risiko kesehatan di kalangan remaja sekolah.
Survei terbaru yang dilaksanakan tahun 2023 melibatkan 10.059 siswa dari 79 sekolah di berbagai wilayah Indonesia, dengan metode two-stage cluster sampling dan tingkat respons sebesar 84,6%.
“Usia remaja adalah masa transisi krusial yang menentukan status kesehatan seseorang seumur hidup. Intervensi di masa ini menjadi investasi penting bagi pembangunan sumber daya manusia menuju Indonesia Emas 2045,” ujar Peneliti Ahli Madya BRIN, Tin Afifah, saat memaparkan hasil survei sebagaimana dikutip laman BRIN.
Tin menyebut bahwa empat kategori perilaku paling berisiko yang ditemukan dalam GSHS 2023 adalah:
Pertama, kesehatan mental, khususnya pada remaja perempuan, yang menunjukkan kecenderungan lebih tinggi dalam mengalami stres berat hingga berpikir untuk bunuh diri.
Kedua, konsumsi tembakau, termasuk rokok elektrik, dengan tingkat prevalensi lebih tinggi pada siswa laki-laki, namun tren peningkatan justru lebih pesat pada siswa perempuan.
Ketiga, pola makan tidak sehat, seperti tingginya konsumsi minuman berpemanis dan makanan berlemak, yang berisiko menyebabkan obesitas dan penyakit tidak menular (PTM).
Keempat, perilaku seksual pranikah, yang menunjukkan peningkatan pada kedua jenis kelamin, terutama pada siswa laki-laki yang lebih banyak mengaku pernah melakukan hubungan seksual.
Indonesia Timur Paling Berisiko
Berdasarkan pemetaan wilayah, daerah paling berisiko ditemukan di kawasan timur Indonesia, meliputi Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. Di kawasan ini, prevalensi konsumsi alkohol dan penggunaan tembakau lebih tinggi dibandingkan wilayah lain.
Selain itu, keterpaparan terhadap narkoba, meskipun persentasenya hanya 1,6%, menunjukkan kecenderungan lebih tinggi pada siswa laki-laki di wilayah tersebut.
“Distribusi geografis menunjukkan bahwa wilayah luar Jawa dan Sumatra cenderung mencatat angka perilaku berisiko yang lebih tinggi dibandingkan Jawa-Bali dan Sumatra,” jelas Tin dalam webinar tersebut.
Selain keempat kategori utama, BRIN juga menyoroti isu kurangnya aktivitas fisik, khususnya pada siswa laki-laki yang cenderung lebih pasif dibandingkan siswa perempuan.
Sementara itu, dalam hal konsumsi alkohol, siswa laki-laki di kawasan timur mencatat angka tertinggi. Untuk aspek penggunaan obat terlarang, siswa laki-laki secara nasional memiliki kecenderungan lebih tinggi dibandingkan perempuan.
Dalam aspek kesehatan mental, Tin menyebut proporsi remaja perempuan yang mengalami tekanan psikologis berat, merasa putus asa, dan berpikir untuk bunuh diri jauh lebih tinggi dibandingkan siswa laki-laki.
Namun secara regional, kondisi kesehatan mental siswa Indonesia masih relatif lebih baik dibandingkan negara tetangga seperti Filipina dan Thailand.
Temuan ini, kata Tin, harus menjadi peringatan dini bagi pembuat kebijakan dan masyarakat pendidikan untuk memperkuat pendidikan kesehatan di sekolah.
Mengingat 96% remaja usia SMP dan 73% usia SMA masih berpartisipasi aktif di sekolah, maka institusi pendidikan dapat menjadi jalur strategis untuk melakukan intervensi perilaku kesehatan.
“Dari hasil GSHS 2023, kita bisa melihat bahwa tantangan kesehatan remaja Indonesia tidak hanya dari sisi fisik, tetapi juga dari aspek psikis dan sosial. Perilaku berisiko ini harus diatasi sejak dini jika kita ingin menyiapkan generasi emas yang sehat dan tangguh,” pungkasnya.*