Penggunaan teknologi freezing egg akan memenuhi kaidah kemaslahatan bagi manusia yang sangat menginginkan anak dan terjaganya nasab
Hidayatullah.com | PERKEMBANGAN sains dan teknologi dalam bidang biologi molekuler berkembang begitu pesat, digunakan sebagai salah satu solusi permasalahan manusia. Salah satunya freezing egg, bagaimana batasan ini dalam Islam.
Pembekuan sel telur adalah metode mengambil dan menyimpan sel telur perempuan untuk digunakan di kemudian hari. Sel telur bisa disimpan hingga bertahun-tahun. Pembekuan sel telur juga merupakan bagian dari proses fertilisasi in vitro atau bayi tabung. (Jakarta, CNN Indonesia.com, 19 Januari 2022).
Melalui teknologi freezing egg, setiap makhluk hidup memiliki kesempatan untuk memiliki anak. Jika sel telur tersebut dibuahi oleh sel jantan. Maka menjadi keniscayaan jika makhluk hidup dapat berkembang biak melalui teknologi freezing egg ini.
Freezing egg, bisa diterapkan didunia hewan untuk menjaganya dari kepunahan. Akan tetapi, penggunaan teknologi freezing egg ini akan menjadi sebuah permasalahan besar jika diterapkan pada manusia. Sebab dunia hewan dengan dunia manusia berbeda.
Seorang manusia terikat dengan aturan-aturan dan norma kehidupan terutama norma agama saat akan memenuhi hajat hidupnya. Termasuk memenuhi keinginan untuk memiliki anak keturunan.
Saat ada keinginan untuk memiliki anak, maka jalan yang ditempuh manusia adalah melalui proses pernikahan. Maka terbuka jalan baginya untuk memiliki anak.
Jika sulit untuk memiliki anak melalui jalan normal dalam pernikahan. Maka dibolehkan untuk memiliki anak melalui proses bayi tabung, dengan menggunakan sel telur dan sel sperma dari pasangan suami-isteri. Bukan milik orang lain atau donor dan tidak menyewa rahim orang lain.
Sel telur dan sel sperma suami-isteri boleh disimpan dalam sebuah freezer melalui proses freezing egg dan sperm freezing, untuk digunakan pada satu waktu proses pembuahan. Dan jika telah terjadi pembuahan dan telah berbentuk janin, dikembalikan kedalam rahim induk pemilik sel telur tersebut (rahim isterinya).
Sehingga dengan cara seperti itu, maka penggunaan teknologi freezing egg akan memenuhi kaidah kemaslahatan bagi manusia yang sangat menginginkan anak dan terjag nasabnya. Sebab sel telur dan sel spermanya berasal dari kedua orang tuanya, suami-isteri.
Bukan sperma milik orang lain. Sehingga dengan terjaganya nasab ini, maka manusia akan terhindar dari segala bentuk kekacauan.
Karenanya, penggunaan teknologi freezing egg tidak bisa dilepaskan dari kaidah dan nilai-nilai yang telah ditetapkan oleh agama. Sebab terkait dengan perkembangbiakan makhluk hidup (manusia).
Maka perlu diperhatikan siapa pemilik sel telur dan sel jantannya. Apakah milik pasangan suami isteri atau bukan. Jika milik suami isteri maka hasil pembuahannya adalah milik suami isteri tersebut, sehingga tidak akan terputus nasabnya dan tidak akan hilang hak-hak yang harus diperoleh oleh anak yang dilahirkan dari proses bayi tabung yang sel telur dan sel spermanya diambil melalui freezing egg dan sperm freezing milik suami isteri yang telah menikah.
Dan harus diperhatikan pula adalah bahwa suami-isteri pemilik sel telur dan sperma tersebut haruslah suami isteri yang masih hidup, jika salah satu dari keduanya sudah meninggal dunia, maka sel telur atau sel spermanya tidak boleh digunakan sebagai bibit untuk proses bayi tabung.
Hal ini sebab pemilik sel telur atau sel sperma tersebut sudah tidak ada dan tidak bisa diwariskan atau dihibahkan. Karena sel telur dan sel sperma adalah cikal bakal (bibit) terbentuknya manusia yang harus terpenuhi hak nasab, pemeliharaan, nafkah, waris dan lain sebagainya. Juga adalah manusia yang memiliki hati, perasaan dan ruh. Bukan robot atau hanya sebentuk benda hasil kemajuan teknologi.
Karena itu, penggunaan perkembangan teknologi pun tidak bisa lepas dari aturan yang ditentukan oleh agama. Sebab hanya aturan agama saja yang mampu memanusiakan manusia secara manusiawi.
Dan bayi tabung adalah manusia yang harus diperlakukan secara manusiawi yang wajib dipenuhi segala hak-haknya seiring dengan kelahiran, pertumbuhan dan perkembangannya.
Karenanya penerapan penggunaan teknologi freezing egg boleh dilakukan dan diterapkan untuk mengawetkan sel telur seorang perempuan untuk jangka waktu penyimpanan yang pasti tidak akan lama hingga bertahun-tahun atau berbulan-bulan atau berminggu-minggu, akan tetapi hanya dalam jangka waktu sebentar saja. Selama masa subur wanita pemilik sel telur tersebut dan digunakan sebagai bibit yang akan dibuahi oleh sel jantan milik suaminya, dimana sel telur yang diambil melalui proses freezing egg diproduksi dan diambil setelah wanita tersebut menikah dengan suaminya, tidak boleh diambil sebelum menikah dengan suaminya.
Sebab jika diambil sebelum menikah, maka status sel telur yang diambil melalui proses freezzing egg adalah sel telur yang tidak bisa dimiliki oleh suami yang baru menikahinya, sebab sel telur tersebut diproduksi saat ia belum menjadi isteri dari suami yang baru menikahinya, yang diambil melalui proses freezing egg saat masih lajang.
Karena itu, kebolehan melakukan freezing egg bagi manusia adalah bersyarat, seperti yang telah ditetapkan oleh aturan agama. Jika melampaui atau melanggar persyaratan yang telah ditetapkan oleh agama, berarti telah berlaku dzalim.
Sebab hal ini berpotensi memperlakukan manusia baru yang lahir dari proses bayi tabung yang diambil bibitnya dari freezing egg sama seperti benda. Padahal manusia dan benda sangatlah berbeda.
Karena itu wajiblah diperhatikan kaidah dan aturan agama saat memanfaatkan teknologi freezing egg yang sejatinya diciptakan untuk mempermudah kehidupan manusia. Sebab sejatinya, freezing egg hanyalah sarana yang harus disikapi dengan benar, agar memberikan kemaslahan bagi kehidupan manusia yang sesuai dengan tuntunan agama dan norma kehidupan. Wallahualam.*/ Ayu Mela Yulianti, SPt, pemerhati Generasi