SATU tim ilmuwan internasional mengatakan, mereka telah mengidentifikasi suatu senyawa yang dapat melawan coronavirus, yang membentuk wabah SARS dan MERS yang saat ini belum ada obatnya.
Coronavirus mempengaruhi saluran pernapasan atas dan bawah pada manusia. Lebih dari sepertiga gejala demam berasal dari bagian tubuh tersebut.
Satu strain (jenis) virus yang lebih parah, yang diduga berasal dari kelelawar, telah memicu epidemi SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) di dunia pada tahun 2002 yang menewaskan hampir 800 orang.
Sindrom Pernapasan Timur Tengah (MERS) adalah strain baru yang ditemukan di Arab Saudi pada tahun 2012 dan diduga berasal dari unta. Lebih mematikan tapi kurang menular. Sejauh ini telah menewaskan 193 orang dari 636 kasus yang dikonfirmasi.
Tapi sekarang, seperti dilaporkan Channel News Asia (30/5/2014), satu tim ilmuwan yang dipimpin oleh Edward Trybala dari University of Gothenburg di Swedia dan Volker Thiel dari University of Bern, telah menemukan senyawa yang disebut K22, yang dapat memblokir kemampuan virus untuk menyebar pada manusia.
Mereka pertama kali mengamati bahwa K22 mampu memerangi bentuk lemah dari coronavirus yang antara lain dapat menyebabkan gejala flu ringan, kemudian ternyata K22 juga menunjukkan mampu melawan strain yang lebih serius, termasuk SARS dan MERS.
Dalam artikelnya untuk jurnal spesialis “PLOS Patogen”, para ilmuwan menjelaskan bahwa virus berkembang biak dalam sel-sel yang melapisi sistem pernapasan manusia.
Virus mengambil alih membran yang memisahkan bagian berbeda dari sel manusia, membentuknya menjadi semacam pertahanan guna memulai siklus produksinya.
Tapi K22 bertindak pada tahap awal dalam proses ini, yakni mencegah virus dari mengambil kendali membran sel.
“Hasilnya mengkonfirmasi bahwa pengambilalihan membran sel merupakan langkah penting dalam siklus hidup virus,” tulis para peneliti. Karya mereka menunjukkan bahwa “proses ini sangat sensitif dan dapat dipengaruhi oleh obat anti-virus”.
Mereka mengatakan epidemi SARS dan MERS ini menunjukkan harus ada investasi yang mendesak dalam pengujian K22 di luar laboratorium, dan mengembangkan obat-obatan.
Awal bulan Mei lalu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumpulkan para ahli di Jenewa, kemudian menegaskan bahwa MERS mudah menyebar, tetapi belum mencapai darurat di tingkat global.
Sebagian besar kasus kematian MERS sejauh ini berada di Arab Saudi, tetapi virus telah menyebar ke lebih dari selusin negara lain. Orang-orang tersebut telah terlebih dulu sakit saat berada di Timur Tengah.
Pada Kamis lalu Iran mendapat kasus kematian pertama dari MERS, dan sudah tercatat enam orang terkena infeksi.*