Hindarkan perkara yang merusak pahala ibadah puasa, dan mari mengisi Ramadhan dengan berbagai amal ibadah
Hidayatullah.com | BULAN SUCI Ramadhan akan kembali hadir. Sebagai orang beriman sudah semestinya jika kita berbahagia menyambut kehadiran Ramadhan dengan penuh suka cita dan bergembira ria.
Rasulullah ﷺ bersabda:
قَدْ جَاءَكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌمُبَارَكٌ افْتَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ تُفْتَحُ فَيْهِ أبْوَابُ الْجَنَّةِ وَيُغْلَقُ فَيْهِ أبْوَابُ الْجَحِيْمِ وَتُغَلًّ فَيْهَ الشَّيَاطَيْنُ فَيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ ألْفِ شَهْرٍ
“Telah datang bulan Ramadhan, bulan penuh berkah, maka Allah mewajibkan kalian untuk berpuasa pada bulan itu. Saat itu pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, para setan diikat dan pada bulan itu pula terdapat satu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan.” (HR Ahmad).
Hadits di atas memberikan penjelasan sekaligus kabar gembira tentang keistimewaan bulan Ramadhan. Sehingga mendorong kita untuk menyambut kehadiran bulan suci Ramadhan dengan penuh kebahagiaan.
Berkaitan dengan hal itu, Abu Bakr Al-Balkhi rahimahullah pernah mengatakan: “Perumpamaan bulan Rajab adalah seperti angin, bulan Sya’ban seperti awan yang membawa hujan dan bulan Ramadhan seperti hujan. Barangsiapa yang tidak menanam di bulan Rajab dan tidak menyiraminya di bulan Sya’ban bagaimana mungkin dia memanen hasilnya di bulan Ramadhan.” (Lathaiful Ma’arif libni Rajab Al-Hambali).
Namun demikian, di tengah kebahagiaan itu, kita kaum Muslimin hendaknya melakukan persiapan sebagai bekal menghadapi Ramadhan dengan berbagai amalan saleh.
Pertama, banyak berdoa
Tidak ada seorang pun yang dapat menjamin usia kita sampai bulan Ramadhan, untuk itu teruslah berdoalah kepada-Nya sebelum tiba bulan suci
Diwayat dari Anas bin Malik. Beliau mengatakan, “Ketika tiba bulan Rajab, Rasulullah ﷺ biasa mengucapkan;
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِى رَجَبٍ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ
Allahumma baarik lanaa fii Rojab wa Sya’ban wa ballignaa Romadhon
(Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban dan perjumpakanlah kami dengan bulan Ramadhan)
Kedua, puasa sunah
Aisyah radhiyallahu “anha mengatakan, “Nabi ﷺ tidak biasa berpuasa pada satu bulan yang lebih banyak dari bulan Sya’ban. Nabi ﷺ biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Ketiga, tadarus Al-Quran
Dengan memperbanyak tadarus Al-Quran di bulan Sya’ban, dapat mengantarkan kepada kebersihan jiwa. Sehingga saat memasuki bulan Ramadhan maka jiwa dalam keadaan bersih dan pada akhirnya dapat mengantarkan kepada keikhlasan dalam menjalankan ibadah Ramadhan.
Salamah bin Kuhail rahimahullah berkata: “Dulu dikatakan bahwa bulan Sya’ban adalah bulan para qurra’ (pembaca Al-Quran).” Begitu pula yang dilakukan oleh Amr bin Qais rahimahullah apabila beliau memasuki bulan Sya’ban beliau menutup tokonya dan mengosongkan dirinya untuk membaca Al-Quran. (Lathaiful-Ma”arif libni Rajab Al-Hanbali).
Keempat, menelaah buku-buku terkait ibadah puasa
Hal ini dilakukan untuk pemantapan dan penyempurnaan ibadah di bulan Ramadhan. Sebab, ibadah yang tidak disertai dengan ilmu (pemahaman) hanya akan merusak kesempurnaan ibadah itu sendiri.
Hasan Al-Basri mengatakan, beramal tanpa ilmu hanya akan membuat banyak kerusakan dibanding mendatangkan kebaikan. Tuntutlah ilmu dengan sungguh-sungguh, tapi jangan sampai meninggalkan ibadah.
Gemarlah pula beribadah, tapi jangan sampai meninggalkan ilmu. Karena ada segolongan orang yang rajin ibadah, tapi meninggalkan belajar (lihat dalam Miftah Daris Sa”adah karya Ibnul Qayyim).
Kelima, silaturahim
Mendatangi keluarga, tetangga, teman, terutama kepada kedua orang tua untuk saling memaafkan dan mendoakan. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk menghadirkan suasana kebersamaan dan saling memotivasi, guna memaksimalkan ibadah Ramadhan.
Perusak Pahala Puasa
Selain mempersiapkan bekal, orang yang menjalankan ibadah puasa mesti mengetahui hal-hal yang dapat membatalkan pahala ibadah Ramadhan.
Sebab, Rasulullah ﷺ bersabda,
رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالعَطَشُ
“Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR: Thabrani).
Di antara perbuatan yang dapat merusak pahala puasa adalah;
Pertama, perkataan dusta dan perbuatan yang tercela
Dari Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ bersabda;
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (HR: Bukhari no. 1903).
Dari Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ bersabda
لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الأَكْلِ وَالشَّرَبِ ، إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ ، فَإِنْ سَابَّكَ أَحَدٌ أَوْ جَهُلَ عَلَيْكَ فَلْتَقُلْ : إِنِّي صَائِمٌ ، إِنِّي صَائِمٌ
“Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan menahan diri dari perkataan lagwu dan rofats. Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil padamu, katakanlah padanya, “Aku sedang puasa, aku sedang puasa.” (HR: Ibnu Majah dan Hakim)
Kedua, mencaci dan adu mulut
Dari Abu Hurairah, Nabi ﷺ bersabda;
ليس الصيام من الأكل والشرب، إنما الصيام من اللغو والرفث، فإن سابك أحد أو جهل عليك فقل : إني صائم ، إني صائم
“Puasa bukan sekedar (menahan diri dari) makan dan minum. Akan tetapi puasa (adalah menahan diri) dari perkataan sia-sia dan buruk. Kalau ada orang yang menghina anda atau berprilaku bodoh kepadamu, maka katakan kepadanya, sesungguhnya saya sedang puasa. Sesungguhnya saya sedang puasa.”
Ketiga, ghibah, adu domba, dan sumpah palsu
Rasulullah ﷺ bersabda
خمسٌ يُفطِرن الصّائِم: الغِيبةُ، والنّمِيمةُ، والكذِبُ، والنّظرُ بِالشّهوةِ، واليمِينُ الكاذِبةُ
“Lima hal yang bisa membatalkan pahala orang berpuasa: membicarakan orang lain, mengadu domba, berbohong, melihat dengan syahwat, dan sumpah palsu.” (HR Ad-Dailami).
Keempat, menjaga seluruh anggota badan dari perbuatan yang merusak ibadah puasa.
Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah menjelaskan, seorang yang berpuasa adalah orang yang anggota badannya berpuasa dari perbuatan dosa, lisannya berpuasa dari kata dusta, kata keji, dan ucapan palsu, perutnya berpuasa dari makan dan minum, kemaluannya berpuasa dari bersetubuh.
Jika berbicara, tidak berbicara sesuatu yang mencacat puasanya, jika berbuat, tidak berbuat suatu perbuatan yang merusak puasa, sehingga seluruh ucapannya keluar dalam keadaan baik dan manfaat.
Semoga Allah membimbing kita kaum Muslimin agar mampu mempersiapkan diri menyambut Ramadhan, menghindarkan dari perkara yang merusak pahala ibadah puasa, dan mengisi Ramadhan dengan berbagai amal ibadah yang mengantarkan kepada derajat takwa. Amin.*/ Imam Nur Suharno, penulis Buku Kurma (Kuliah Ramadhan), dan Pendidik di Pesantren Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat