Oleh: Ali Akbar bin Muhammad bin Aqil
UMAT Islam Indonesia baru saja menikmati keindahan dalam ukhuwah Islamiyah dan persatuan Islam dalam Aksi Bela Islam III, 02 Desember 2016 atau sering disebut Aksi 212.
Dalam acara itu, Ketua Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI Ustad Bachtiar Nasir menyampaikan tausiyah memberi semangat kepada umat Islam disambut gemuruh takbir dari jutaan umat Islam yang hadir begitu nyaring terdengar.
Ada yang menarik dari tausiyah yang disampaikan dimana ia memberikan kriteria ideal umat Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassallam berdasarkan Al-Quran Surat Al-Maidah 54 :
وَلاَ يَخَافُونَ لَوْمَةَ لآئِمٍ ذَلِكَ فَضْلُ اللّهِ يُؤْتِيهِ مَن يَشَاءُ وَاللّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Yang Bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela.”
Berangkat dari ayat di atas ada 3 kriteria umat Nabi Muhammad yang digadang-gadang membawa kebaikan dan kemulian bagi alam semesta (rahmatan lil `aalamiin).
Kriteria pertama adalah adzillatin `alal mu`miniina a`izzatin `alal kaafiriin (bersikap lemah lembut terhadap sesama mukmin dan bersikap tegas tehadap orang-orang kafir).
Artinya, umat Islam harusnya menjadi umat yang bersikap kasih sayang kepada sesama muslim, saling mencintai, mengasihi, membantu dan menolong.
Sayidina Abdullah bin Abbas ra mengatakan bahwa yang dimaksud bunyi ayat “adzillatin `alal mu`miniina a`izzatin `alal kaafiriin ” adalah, “Mereka adalah orang-orang yang memperlakukan orang-orang beriman bak ayah kepada anaknya, seperti tuan kepada bawahannya dan bersikap keras kepada orang-orang kafir bak singa di hadapan mangsanya.”
Karakter pertama ini sejalan dengan ayat pada firman Allah Subhanahu Wata’ala yang lain:
مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاء عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاء بَيْنَهُمْ
“Keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.” (QS. Al-Fath [48]: 29).
Karakter kedua adalah yujaahiduuna fii sabiilillah (berjihad di jalan Allah).
Umat Islam tidak boleh tidak ikut ambil bagian dalam medan jihad dengan beragam cara dan sarana yang ada. Berjihad dengan harta, jiwa, ilmu, opini yang benar tentang Islam dan sebagainya.
Bumi Pertiwi bernama Indonesia jika dibelah perutnya maka darah para mujahid, darah para syuhada menjadi saksi nyata kemerdekaan Indonesia dari penjajahan kaum kafir Belanda, Portugis, Jepang, Inggris dan sekutunya.
Maka aksi bela Islam dalam bentuk ‘jihad’ belum usai dan tak akan pernah usai hingga akhir kehidupan dunia.
Karakter ketiga adalah wa laa yakhoofuuna lawmata laaim (tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela).
Umat Islam yang digadang-gadang menjadi umat terdepan dalam mengemban amanat Ilahi sebagai khalifah di muka bumi tak gentar dengan cercaan dan hinaan seberat apapun itu.
Aksi 212 dan 5 Fenomena Lahirnya Generasi Baru Islam Indonesia
Mereka tidak memedulikan cemoohan yang dilontarkan oleh berbagai pihak terkait kiprahnya dalam membela Islam. Tidak takut menjadi sasaran bully sebab ridha Allah lah yang mereka buru dan cari.
Bagi umat Islam yang memiliki karakter seperti ini, hinaan dan cercaan justru menjadi pemompa semangat sikap istiqomah membela Allah dan Rasul, semakin dihina mereka semakin yakin bahwa apa yang mereka lakukan adalah benar, benar karena membela kebenaran, bukan merasa benar padahal membela hal-hal yang menyimpang.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam pernah menyampaikan sebuah petuah yang maknanya, jangan karena rasa takut terhadap manusia kita enggan menyampaikan kebenaran kepada khalayak. Sebab rasa takut itu tidak akan memendekkan umur dan menjauhkan rezeki kita yang karenanya kita dilanda ketakutan dalam menyuarakan kebenaran.
Itulah tiga karakter umat Islam sebagai tercantum dalam Al-Maidah 54 yang berada tiga ayat setelah ayat larangan menjadikan orang kafir sebagai pemimpin.
Mari tunjukkan karakter keislaman kita, banggalah sebagai orang Islam, orang yang beriman, bersikaplah santun kepada sesama muslim, tegas kepada orang kafir, berani berjuang dan tahan banting dalam menghadapi beragam teror, intimidasi, dan kriminalisasi seperti yang tengah dihadapi oleh sejumlah ulama dan habaib akhir-akhir ini.*
Penulis pengajar di Pesantren Darut Tauhid, Malang